Direktur Perencanaan BP Migas M.Lutfi mengakui, pihak telah menerima usulan perubahan skenario produksi dalam Plan Of Development (POD) dari Mobil Cepu Limited, anak usaha ExxonMobil Indonesia.
"Itukan perubahan skenario. Dalam POD dua tahap , dia mau ubah jadi satu tahap dan kami belum setujui itu," jelas Lutfi usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2009).
Lutfi membantah jika terjadinya penggembungan anggaran dalam pembangunan fasilitas produksi awal tersebut disebut sebagai pembengkakan anggaran.
"Bukan pembengkakan, sebetulnya kalau dilakukan dua tahap ya tidak segitu. Tahap pertama dulu, tahap kedua nanti. Cuma ini semua dilakukan sekaligus jadi biaya yang nanti dibawa ke depan," jelasnya.
Lutfi juga menambahkan, produksi Blok Cepu sudah bisa berproduksi 15.000-20.000 barel per hari pada 24 September mendatang, jadi direncanakan 24 September sudah siap.
Sementara Deputi Operasi BP Migas, Budi Indianto membenarkan bahwa peningkatan anggaran tersebut terjadi dalam pembangunan fasilitas produksi awal. "Itu untuk EPF saja dan masih dikaji di kita," ungkapnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR, Tjatur Sapto Edy menyebutkan biaya pembangunan fasilitas produksi awal blok Cepu membengkak hingga tiga kali lipat.
"Untuk biaya EPF rencananyakan tidak sampai US$ 1 miliar, ternyata sekarang sudah mencapai US$ 3 miliar. Pertamina telah menyetor lebih dari US$ 1 miliar, sementara Pemda sudah mengeluarkan dana US$ 54 juta." ungkap anggota Komisi VII DPR, Tjatur Sapto Edy saat dikonfirmasi detikFinance , Senin (7/9/2009).
Menurut Tjatur, pembengkakan anggaran tersebut terjadi karena jauhnya jarak antara fasilitas produksi awal dari well pad (penutup sumur) yang ada di lapangan blok Cepu tersebut.
"Harusnya EPF dengan well pad berdekatan, tapi karena jaraknya jauh maka harus dibangun pipa dengan panjang 2,5 kilometer berdiameter 10 inci dan semuanya diimpor. Mereka sepertinya tidak rela membayar tanah kepada masyarakat sedikit lebih mahal," paparnya.
Sementara itu, ExxonMobil Indonesia membantah adanya pembengkakan biaya pembangunan fasilitas produksi awal (EPF) di blok Cepu.
"Itu tidak benar," ujar VP Public Affairs ExxonMobil Indonesia, Maman Budiman dalam pesan singkatnya kepada detikFinance , Senin (7/9/2009).
Maman juga menjelaskan setiap perencanaan kerja dan biaya yang dikeluarkan Mobil Cepu Limited, anak usaha ExxonMobil dalam mengelola blok Cepu adalah atas persetujuan BP Migas. Namun sayangnya, Maman tidak mau menyebutkan berapa biaya yang sudah dikeluarkan pihaknya dalam pembangunan fasilitas produksi awal tersebut. (epi/dnl)