Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Stephen Juwono mengatakan dengan adanya norma 50 ini, para agen asuransi dianggap sebagai profesi pekerja lepas yang memiliki bisnis sendiri. Namun, papar Stephen, para agen asuransi juga tetap harus melakukan penjualan secara profesional.
AAJI menyambut baik Peraturan Ditjen Pajak mengenai perubahan sistem perhitungan PPh untuk agen asuransi yang menggunakan sistem norma 50. Aturan perhitungan baru ini telah diterbitkan pada 12 Oktober 2009 dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009.
"Kita berterima kasih untuk Ditjen Pajak yang sudah mau mendengarkan kita. Dan respon yang sangat cepat dari mereka, minggu lalu AAJI baru mengirim surat dan minggu ini telah diluluskan," ujarnya saat dihubungi detikfinance siang ini (19/10/2009).
Menurut Stephen, sebelum ada peraturan baru, agen asuransi disamakan dengan karyawan sebuah perusahaan. Jadi, para agen asuransi terkena tarif pajak progresif sesuai dengan nilai penghasilan. "Pajak agen sekarang memakai norma 50 sehingga perhitungan pajak berdasarkan komisi, bukan gaji. Ini jelas menguntungkan," tegas Stephen.
Selain itu, para agen asuransi harus tunduk terhadap kode etik agen AAJI dan mematuhi aturan AAJI mengenai sertifikasi dan continuing professional development (CPD), serta tidak complain mengenai harga karena biaya sudah dipotong pajak untuk agen. Stephen juga mengimbau agar para agen memilili NPWP.
"Norma 50 ini hanya berlaku untuk agen yang mempunyai NPWP, jadi AAJI menghimbau seluruh agen asuransi jiwa untuk mempunyai NPWP," harap Stephen.
Keputusan mengenai pemberlakuan agen asuransi sebagai wajib pajak tersendiri tertuang dalam Peraturan Ditjen Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang perubahan atas Peraturan Ditjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan 21 dan atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
Direktur P2 Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Joko Slamet Surjoputro mengaku perubahan perhitungan PPh agen asuransi adalah karena alasan keadilan dan kemudahan untuk wajib pajak.
Menurut Joko, saat ini, kantor pajak telah menyetujui pemberlakuan penghitungan PPh untuk agen asuransi dengan sistem norma 50% bagi agen. Pendapatan agen yang terkena pajak hanya sebesar 50% dari seluruh penghasilan mereka. Kebijakan ini, tambah Joko dilandasi adanya cost atau pengeluaran agen untuk menghasilkan pendapatan.
"Kebijakan ini dilandasi oleh adanya pengeluaran bagi para agen untuk memperoleh penghasilannya," ujar Joko saat dihubungi detikfinance siang ini (19/10/2009).
Joko menambahkan pemerintah mengubah sistem perhitungan ini karena banyaknya masukkan dari berbagai saluran. Setelah menerima masukkan itu, pemerintah akan melakukan survei kemudian menentukan kebijakan yang adil.
"Suatu kebijakan itu dinamis dan berkembang. Jadi, pemerintah melihat aspirasi dari berbagai pihak kemudian dibuat kebijakan yang adil," jelas Joko.
Joko berpendapat kebijakan baru ini juga memudahkan wajib pajak. Wajib pajak hanya perlu melapor mengenai komisi yang mereka dapat maka 50% dari komisi itu yang akan dikenakan pajak.Namun, sistem kepercayaan tetap diperlukan untuk merealisasikan sistem ini. Wajib pajak harus jujur untuk melaporkan jumlah komisi yang didapatkannya. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan Ditjen Pajak, Wajib Pajak melakukan pemotongan pungutan pajak maka tetap akan dikenakan sanksi.
Β
"Pihak kami tetap mengharapkan kejujuran dari wajib pajak karena ini kan sistemnya kepercayaan, tetapi nanti kalau ada wajib pajak yang ketahuan melakukan pemotongan pungutan akan dikenakan sanksi," tegas Joko. (dnl/qom)