Direktur Eksekutif The Centre for Indonesian Energy and Resources Law, Ryad Chairil menyatakan, sesuai amanat UU, penyesuaian KK/PKP2B harus dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya UU Nomor 4 tahun 2009 pada Desember 2008.
Dalam pasal 169 huruf b UU no 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara menjelaskan sebagai berikut :
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena penyesuaian KK/PKP2B tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun tersebut,Β maka resikonya Pemerintah harus mengubah ketentuan peralihan UU tersebut," ungkap Ryad saat dihubungi detikFinance, Senin (4/1/2010).
Menurut Ryad, jika pasal tersebut tidak direvisi maka dikhawatirkan akan berimplikasi atas ketidakstabilan dan ketidakpastian hukum di sektor Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ryad juga melihat tidak melihat adanya alasan yuridis untuk menolak melakukan penyesuai kontrak sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa kontraktor pertambangan. Pertama, secara kontraktual Perusahaan jelas mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia yang berhak untuk mengeluarkan Undang-undang sesuai dengan kepentingan Nasional dan rakyat Indonesia.
Untuk itu, baik KK maupun PKP2B secara tegas menyatakan bahwa Perusahaan harus tunduk pada pengaturan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini dinyatakan dalam salah satu pasal di KK/PKP2B yang berbunyi:
Perjanjian ini, pelaksanaan dan operasinya, akan diatur, tunduk kepada dan di interpretasikan berdasarkan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia.
"Dengan demikian Kontrak sendiri mengakui bahwa ia harus tunduk dalam pengaturan hukum-hukum publik yang berlaku di Indonesia," ungkap dia.
Kedua, secara prinsip, Pemegang KK/PKP2B tidak dalam posisi untuk menolak jika diminta oleh emerintah sebagai pemegang otoritas pemilik Kuasa Pertambangan Negara, untuk menyesuaikan ketentuan KK/PKP2B nya publik yang menjadi dasar hukum berjalannya operasi pertambangan mereka.
Lalai dalam melaksanakan amanat UU tersebut, lanjut dia, tentunya bersiko untuk mendapatkan sanksi baik secara perdata maupun pidana termasuk pemutusan kontrak secara sepihak oleh Pemerintah.
(epi/qom)