memicu boikot balasan terhadap produk sawit mentah Indonesia atau CPO. Pemboikotan produk Nestle dan Unilever di nilai sebagai langkah yang berlebihan dan terlalu dini.
"Kalau boikot terlalu berlebihan, kalau seperti itu kita nanti juga bisa diboikot," kata Dirjen Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi di sela-sela acara workshop industri, Bandung, Sabtu malam (27/3/2010).
Benny menambahkan seharusnya masalah pemutusan kontrak produk CPO harus dilihat sebagai dorongan untuk membuat produk yang lebih sustainable , mengingat masih banyak produsen CPO Indonesia yang masih mendapat order CPO dari Nestle maupun Unilever.
"Nestle yang saya dengar, yang tidak membeli lagi dari Sinar Mas tapi masih membeli dari Wilmar," ungkapnya.
Ia juga menambahkan kasus pemutusan kontrak oleh Unilever maupun Nestle berawal dari laporan dan desakan demo organisasi Green Peace di perusahaan induk masing-masing perusahaan asing tersebut. Namun Benny juga mengatakan jika, langkah pemutusan kontrak berlanjut dan menimpa hampir separuh dari seluruh produsen CPO di Indonesia, maka langkah tegas perlu dilakukan.
"Kalau sudah sebagian besar, kita bisa perang," ungkap Benny.
Seperti diketahui Unilever dan Nestle telah memutus kontrak produk sawit mentah (CPO) kepada Sinar Mas yang dituding melakukan perusakan hutan dalam proses produksi CPO di Indonesia karena mendapat laporan dari organisasi lingkungan internasional Green Peace.
Hal ini telah memicu asosiasi petani kelapa sawit Indonesia akan berencana melalukan boikot terhadap produk-produk Unilever dan Nestle di Indonesia.
(hen/epi)