Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak keberatan dengan niatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara untuk ikut membeli sebagian saham di PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Meski masih di tahun 2013 nanti, namun proposal penawaran harus masuk paling lambat Oktober 2010.
Demikian hal itu dikemukakan oleh Menteri BUMN Mustafa Abubakar di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (29/6/2010) malam.
"Tentu saja, saya berharap kalau 100% (dimiliki) Indonesia. Selain BUMN, kita ikut sertakan pemda. Yang penting Indonesia," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, meski kontraknya baru habis di tahun 2013, namun proposal penawaran harus masuk paling lambat Oktober 2010. Maka dari itu, sekarang ini pihak Kementerian BUMN sedang menyusun proposal tersebut.
Mustafa mengatakan, perusahaan pelat merah yang terpilih untuk menjadi wakil pemerintah di Inalum adalah PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan akan disokong melalui pembiayaan yang dikeluarkan PT Danareksa (Persero).
"Danareksa itu pembiayaannya. Nanti Antam yang akan masuk langsung," ujar Mustafa.
Sebelumnya, Pengamat Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara melakukan perhitungan awal yang menunjukkan bahwa nilai buku Inalum pada tahun 2013 diproyeksikan mencapai US$ 1,27 miliar yang terdiri dari
unsur-unsur PLTA US$ 268 juta, smelter US$ 143 juta, inventori US$ 148 juta dan aset-aset lainnya US$ 65 juta.
Menurut Marwan, besarnya dana yang dibutuhkan untuk menguasai saham NAA adalah 58,9%x US$ 1,27 miliar yaitu US$ 762 juta.
Pada tahun 2013, diperkirakan Inalum akan memiliki uang kas sekitar US$ 628 juta. Dengan demikian, dana yang dibutuhkan Inalum sebesar US$ 134 juta.
"Jika untuk mengembangkan Inalum dibutuhkan tambahan dana uS$ 116 juta, maka total dana yang dibutuhkan konsorsium adalah US$ 250 juta, yang ditanggung masing-masing oleh Pempus US$ 200 juta, BUMN US$ 25 juta dan BUMD US$ 25
juta," ungkapnya waktu itu.
Inalum merupakan sebuah perusahaan patungan yang bergerak dalam industri aluminium dengan kapasitas produksi sekitar 230.000-240.000 ton pertahun. Pemerintah Indonesia menguasai kepemilikan sebesar 41,13 persen saham di perusahaan itu, sementara sisanya sebesar 58,87 persen dikuasai Jepang.
Inalum merupakan satu-satunya perusahaan lokal yang bergerak di sektor produksi aluminium. Selama ini, hasil produksi Inalum sebagian besar dikirim ke Jepang, dan Indonesia sendiri harus mengimpor alumunium dari negara lain
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
(ang/qom)











































