Direktur Riset dan Investor Relation Bahana TCW, Budi Hikmat, mengatakan, peredaran uang di dunia masih sangat melimpah. Salah satunya dari China, yang tercatat memiliki cadangan devisa US$ 2,65 triliun per September 2010.
Negara tirai bambu ini masih kelebihan uang dan mencari tempat berinvestasi yang paling menguntungkan. Bidikan utamanya adalah Indonesia. Alasan utamanya, Indonesia tengah memasuki program pembangunan jaringan infrastruktur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
China terus mencari penempatan investasi di sektor infrasktruktur dan energi, khususnya pembangkit listrik. Saat ini nilai investasi China di Indonesia sudah meningkat, dan diprediksi akan terus naik sampai beberapa tahun mendatang.
"Saling membutuhkan, karena China punya capacity di infrastruktur, juga dengan menjual listrik ke Indonesia. Kerja sama kereta api juga sudah dilakukan. Indonesia mungkin kurang pembiayaan, dan China akan mendapat return yang lebih baik dibandingkan simpan T-Bond (Treasury Bond). Jadi sama-sama untung," jelas Budi.
Bersekutu dengan China harus terus didengung-dengungkan, karena uang pemerintah China masih berlimpah. "Mereka sudah belanja uranium di Asutralia, ke Pakistan, India, tapi peluang tetap banyak. Mereka mau terus belanja. Kenapa Indonesia ga tangkap peluang itu," ucap Budi.
Ia menambahkan, dari hasil diskusi dengan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Chairul tanjung, masih ada beberapa investor Cina yang akan masuk ke Indonesia. Namun prosesnya tetap harus melalui negosiasi. Jangan sampai, Indonesia dirugikan kemudian hari nanti.
"China biasanya murah di depan, tapi ada tuntutan-tuntutan. Biaya-biaya lain. Ini perlu dipahami juga. Karena bagaimanapun bisnis adalah negosiasi," tuturnya.
Tahun ini, China diprediksi lebih banyak investasi ke bidang batubara dan CPO (plantation). Dalam membangun bangsanya, China masih butuh banyak energi. Perhitungannya, China masih mendulang untung dengan melakukan impor, ketimbang mengeksploitasi komoditinya.
"Coal di China lebih murah impor, dari pada Cina bagian atas (utara), karena disana kabarnya infrastruktur belum terbangun," imbuh Budi.
Seperti diketahui, China terus didesak untuk melakukan apreasiasi mata uang Yuan dari permintaan AS. Namun saat penguatan Yuan dilakukan, ada kekhawatiran dapat memperlambat ekspor dan akan memicu kenaikan angka pengangguran di China. Inilah yang menjadi alasan China mengeluarkan kebijakan untuk menahan penguatan Yuan, melalui pembelian arus masuk modal asing oleh bank sentral.
Ia menegaskan, pengetatan likuiditas di China akan terus berlangsung melalui peningkatan suku bunga, seperti dipredikisi banyak ekonom. Selain harus merelakan penguatan Yuan, China diperkirakan akan lebih mendorong upaya capital recycle dengan cara memberikan pinjaman dan membeli aset-aset luar negeri melalui investasi yang dimiliki negara (sovereign wealth fund).
(wep/qom)