Kebanyakan Aturan, BUMN Sulit Berkembang

Kebanyakan Aturan, BUMN Sulit Berkembang

- detikFinance
Selasa, 04 Okt 2011 13:12 WIB
Jakarta - Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengaku banyaknya aturan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) justru menyebabkan perusahaan plat merah tersebut tidak berani untuk maju.

Hatta menyatakan saat ini BUMN memiliki aksi korporasi yang terbatas karena diatur oleh banyak Undang-Undang yang semuanya itu masih memiliki area abu-abu. Akibatnya, BUMN tidak berani mengambil aksi korporasi layaknya perusahaan yang baik.

Menurutnya, swasta hanya diatur oleh UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, dan UU sektoral. Sedangkan, BUMN diatur Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, dan UU Sektoral, UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Tipikor, dan UU Pengelolaan dan Tanggung Jawab Negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seharusnya, BUMN itu perusahaan-perusahaan yang punya level of playing field yang sama dengan swasta, praktiknya harus penuhi standar internasional," ujarnya dalam Seminar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (4/10/2011).

Menurut dia, ketidakpastian ini harus dihentikan, sehingga membutuhkan keberanian.

"Kalau ini tidak diselesaikan, maka kecepatan dan keberanian ambil keputusan akan jadi persoalan besar," kata Hatta. BUMN dan swasta, ujar dia, harus bersaing lebih fair, sehingga persoalan-persoalan mendasar harus dibenahi.

Hal senada juga disampaikan Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Zulkifli Zaini. Menurutnya, petinggi Bank Mandiri mengaku susah mengembangkan sayap karena terbentur ketatnya kebijakan pemerintah untuk perbankan pelat merah.

Dia menyatakan, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi perbankan pemerintah dalam pengembangan usaha yaitu naiknya intensitas persaingan, naiknya kepemilikan asing pada bank nasional, serta tidak adanya level playing field antara bank BUMN, bank swasta, dan bank swasta asing.

"Perusahaan BUMN termasuk bank, diatur oleh 8 undang-undang. Sementara bank swasta hanya diatur dengan 3 undang-undang saja. Undang-undang itu cukup seram, ada yang tentang pemeriksaan keuangan, tentang korupsi," ujarnya.

Zulkifli menambahkan tekanan lain yang timbul dari ketatnya kebijakan pemerintah adalah bank-bank BUMN tidak memiliki hak untuk melakukan hair cut atau diskon terhadap kredit macet dengan alasan akan merugikan negara.

"Bank BUMN tidak punya hak untuk hair cut," ujarnya.

Selain itu, tambah Zulkifli, bank-bank nasional kesulitan untuk membuka cabang di luar negeri, terbatasnya permodalan bank, serta sulitnya mencari sumber daya manusia yang kompeten.

"Kalau kita mau buka cabang di luar (negeri) itu selalu dengan segala macam alasan walau tidak eksplisit tapi terlihat sangat sulit. Kalau asing buka cabang disini gampang. Seperti di Singapura, kita punya license terbatas, cabang hanya boleh satu. Disini cabang bank Singapura itu ratusan," ujarnya.

Zulkifli menyebutkan terdapat tiga langkah transformasi yang harus dilakukan untuk mengembangkan usaha ke persaingan global yaitu transformasi bisnis, transformasi budaya, dan transformasi tata kelola yang baik (good corporate governance).

"Transformasi bisnis itu untuk peningkatan kinerja finansial, transformasi budaya untuk meningkatkan kinerka pegawai. Transformasi GCG itu pengeloaan bisnis yang melibatkan pemegang saham untuk menggunakan sumber daya sebaik-baiknya," pungkasnya.

(nia/ang)

Hide Ads