Pengamat Perpajakan Darussalam penghapusan pajak yang telah memasuki masa kadaluarsa tersebut sudah diatur dalam peraturan perpajakan.
"Menurut saya penyelesaian piutang pajak tetap harus berpedoman kepada UU ketentuan umum dan prosedur perpajakan yaitu tetap memberlakukan kadaluarsa utang pajak demi kepastian hukum," ujarnya ketika dihubungi detikFinance, Minggu (13/11/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sistem pajak kita menganut sistem self assesment, wajib pajak menghitung dan melaporkan pajaknya sendiri. Dalam jangka waktu 5 tahun, kalau tidak ada ketetapan pajak maka yang dilaporkan wajib pajak dianggap benar, kecuali ada bukti lain, maka Ditjen Pajak bisa keluarkan ketetapan pajak," jelasnya.
Untuk itu, lanjut Darussalam, dalam jangka waktu 5 tahun tersebut, pihak Ditjen Pajak perlu melakukan penagihan aktif dari pemblokiran rekening, hingga paksa badan wajib pajak.
"Maka sebelum daluarsa ditjen pajak harus aktif melakukan penagihan. Ketetapan pajak punya waktu juga, 5 tahun, sebelum daluarsa habis, Ditjen Pajak harus melakukan penagihan aktif," tegasnya.
Jika telah sampai masa kadaluarsa, Darussalam mengungkapkan Ditjen Pajak harus melakukan penghapusan piutang pajak. Hal inilah yang menjadi konsekuensi Ditjen Pajak yang ditanggung akibat kurangnya upaya penagihan aktif sebelum masuk masa kadaluarsa.
"Jadi jangan dianggap penerimaan hilang dengan penghapusan piutang itu, itu Undang-Undang, jadi harus dilaksanakan, kalau mau dibilang siapa yang salah, yang salah itu adalah penagihannya yang kurang," ungkapnya.
Hal ini yang juga terjadi jika Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan yang dilaporkan wajib pajak tidak diperiksa semuanya oleh petugas pajak karena kurangnya sumber daya manusia.
"Kalau dalam pelaporan itu ada yang tidak benar karena sumber daya manusia di Ditjen Pajak tidak bisa memeriksa semuanya, apa itu bisa disebut kerugian? tidak begitu, tapi memang sistem kita yang seperti, begitu juga dengan adanya penghapusan pajak," pungkasnya.
(nia/dru)