"Ya, saya akan surati Jaksa Agung, dan kami meminta tolong kepadanya agar mengamankan aset jalan tol tersebut dari modus perampokan untuk ketiga kalinya," kata Dahlan di kantornya, Jalan Medan Merdekan Selatan, Jakarta, Selasa (20/12/11).
Menurut Dahlan 'orang-orang itu' sudah berhasil merampok sebanyak dua kali. Pertama pada 1995, 'orang-orang itu' meminjam kredit ke BNI senilai Rp 2,5 triliun untuk mengerjakan proyek jalan tol tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kata Dahlan, sisanya tidak mampu dilunasi orang-orang itu dan hanya menjadi kredit macet, dan terpaksa proyek tersebut diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Tidak cukup sampai disitu saja, 'orang-orang itu' untuk kedua kalinya merampok aset negara dengan bekerjasama dengan oknum di Hutama Karya dengan menerbitkan Comercial Paper (CP) senilai Rp 1,2 triliun secara bertahap dari 1994-1998.
"CP itu seolah-olah asli dari Hutama Karya dan mengakibatkan Hutama Karya yang dirampok," katanya.
Tetapi sayangnya, berdasarkan putusan pengadilan (Mahkamah Agung), 'orang-orang itu' tidak dinyatakan bersalah dan hanya oknum-oknum tersebut yang bersalah karena menerbitkan CP palsu.
Akibatnya jalan tol tersebut disita oleh negara dan oleh Jasa Marga diambilalih pada 1998 dengan menggunakan kas perusahaan tersebut sekitar Rp 500 miliar guna melunasi hutang tersebut.
"Nah, ternyata orang-orang itu tergiur kembali, dan menggunakan berbagai cara untuk kembali merampok negara, yakni dengan jalan mengandalkan putusan Mahkamah Agung tadi," jelasnya.
Pasalnya, bilang Dahlan, tidak ada bukti jika pembangunan tol tersebut berasal dari uang kejahatan (penerbitan CP palsu) dan pihak pembangun yakni Utama Marga Nurindo mengklaim bisa melunasi utang tersebut.
"Inilah salah satu upaya mereka untuk merampok 'jalan merah-putih' yang merupakan aset negara yang saat ini nilainya triliunan rupiah," tegasnya.
Bayangkan saja, kata Dahlan, biaya pembangunan jalan tol 1 km saja memakan biaya Rp 300 miliar, dan jalan tol tersebut menghasilkan pemasukkan Rp 1 miliar per hari.
(ang/hen)