"Pajak ekspor 20% itu masih dianggap bagi Kadin sebagai kewajaran," ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, distribusi dan Logistik Natsi Mansyur di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta, Senin (7/5/2012).
Selain menyambut positif pajak ekspor untuk barang tambang, Kadin juga sepakat kedepannya Indonesia tidak lagi mengekpor 'tanah air' atau barang mentah tambang ke luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Natsir juga sempat menyoroti otonomi daerah sebagai awal mula permasalahan ekspor 'tanah air' atau barang tambang mentah langsung
tanpa melalui proses peningkatan nilai tambah.
"Ini akibat dari otonomi daerah sehingga terjadi banyak ekspor tambang tanpa melapor ke pemerintah," tambahnya.
Tetapi Kadin meminta tambahan waktu ke pemerintah untuk mempersiapkan proses sertifikasi clean and clear yang memerlukan waktu untuk
menyelesaikan persolan lingkungan dan tumpang tindih tanah pertambangan.
"Apabila masih ada kekurangan data-data maka dapat diberikan tenggang waktu 3-4 bulan untuk melengkapi datanya, namun tidak menunggu data lengkap sudah dapat melakukan ekspor yang penting ada jaminan supaya ekspor tetap jalan dan mengurangi stagnasi ekspor di lapangan," sebutnya.
Selain meminta tambahan waktu, Kadin juga meminta proses peningkatan nilai tambah tambang pada Permen ESDM No.7 jangan langsung menjadi 99%, tetapi secara bertahap karena itu dapat mengganggu iklim investasi.
"Kita minta supaya hasil manufaktur tidak langsung 99%, mulai dari 60%, 70%, 80%. Kalau langsung 99%, itu besar sekali dan mempengaruhi investasi," tutupnya.
(feb/dnl)