Tekwan Imang (70), perajin kayu ukiran khas suku Dayak asal pedalaman hulu Mahakam di Kutai Barat dalam perbincangan bersama detikFinance pada Selasa (6/11/2012) sore WITA menerangkan, saat ini dia hanya mengandalkan pasar domestik dalam negeri untuk menyambung bisnis ukiran kayu yang digelutinya lebih dari 10 tahun terakhir ini.
"Yang datang ke saya pesan ukiran ada dari Perancis. Ada juga dari Amerika Serikat, dari Malaysia juga ada. Tapi itu beberapa tahun lalu. Kalau sekarang hanya mengandalkan pemesanan dalam negeri," kata Imang, warga Long Lunuk, perbatasan Kutai Barat-Serawak Malaysia, saat ditemui di kediaman putranya, di Samarinda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum lagi sekarang peraturan pemerintah untuk memperoleh kayu di hutan itu, semakin diperketat," ujarnya.
Kerajinan ukiran kayu khas Dayak pedalaman yang dikerjakan Imang antara lain Perisai (tameng), Sapeq (sejenis gitar sebagai alat musik khas Dayak) serta Sumpit (senjata memburu hewan di hutan khas Dayak). Harganya pun bervariasi mulai dari Rp 500.000.
"Terakhir untuk pembuatan 2008 lalu, saya membuat Sapeq untuk teman anak saya di Papua. Sapeq katanya untuk dipadukan dengan alat musik di Papua," terang Imang.
"Usaha kerajinan kayu ukiran ini sebenarnya sudah saya rintis sejak saya usia SMA. Tapi baru saya tekuni sekitar 10 tahun ini. Dulu, cari kayu mudah dan saya sering membuatnya karena banyak pesan dari warga negara luar. Sekarang, kayu sulit, pesanan dari luar juga sepi," ungkapnya.
Cara lainnya untuk terus menyambung bisnis ukiran kayunya itu, dengan gencar melakukan promosi tidak hanya melalui kegiatan resmi yang digelar pemerintah, melainkan berpromosi melalui fasilitas internet.
"Mudah-mudahan usaha kecil saya ini, bisa saya pertahankan," sebut Imang optimistis.
(dru/dru)