Mantan Dirut PLN ini menyatakan, dirinya merasa telah menjelaskan secara proporsional soal inefisiensi PLN Rp 37 triliun di 2009/2010 saat dirinya menjadi Dirut.
"Intinya saya sudah menjelaskan kepada Komisi VII secara proporsional," kata Dahlan ketika ditemui usai menghadiri peresmian 8 Proyek Pertamina di KRI Makasar 590, Kamis (6/12/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya saya siap penuhi pangilan (Komisi VII) kalau diundang lagi, tapi saya siap juga tidak datang," ucap Dahlan dengan senyum lebarnya.
Seperti diketahui Komisi VII DPR sudah 5 kali mengundang Dahlan Iskan untuk meminta penjelasan inefisiensi ditubuh PLN pada 2009-2010 Rp 37,6 triliun dimana saat itu Dahlan menjabat sebagai Dirut PLN.
Namun Dahlan hanya memenuhi satu kali undangan Komisi VII DPR. Atas 4 kali absennya Dahlan Iskan tersebut membuat Komisi VII geram dan mengancam akan mengirimkan surat ke Presiden atas tindakan Dahlan yang dianggap melecehkan DPR.
Sebelumnya, Pengamat Perminyakan Kurtubi menilai pemanggilan mantan Dirut PLN Dahlan Iskan oleh Komisi VII DPR untuk menjelaskan pemborosan atau inefisiensi PLN 2009/2010 sebesar Rp 37 triliun salah alamat.
Menurutnya akar permasalahannya karena kebijakan Presiden Megawati, termasuk Menteri ESDM pada waktu itu Purnomo Yusgiantoro.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji pernah mengatakan, kehilangan kesempatan penghematan tersebut terjadi karena tidak adanya pasokan gas ke PLTG. "Karena nggak ada gas," ucapnya.
Tidak dapat gas, kata Pamudji, karena Kementerian ESDM dan BP Migas memiliki prioritas tersendiri untuk pasokan gas. "Itu ada Permen ESDM nomor 3 tahun 2010 terkait prioritas gas," jelasnya.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini juga mengatakan, penyebab pemborosan yang ditemukan BPK dikarenakan tata niaga gas.
"Ada priotitas peruntukkan gas, di mana prioritas pertama untuk injeksi produksi minyak (minyak duri yang dikelola Chevron), untuk listrik, untuk pupuk dan terakhir untuk industri," kata Rudi.
Dikarenakan prioritas gas tersebut, alokasi gas untuk PLN tidak ada.
"Betul (karena prioritas gas). Tapi kan barangnya nggak ada. Barangnya nggak ada. Lagipula, masalahnya adalah mau ke mana ini didahulukan. Waktu itu kan harus injeksi uap nomor satu, baru PLN, lalu pupuk yang terkahir baru industri. Itu yang jadi masalah. Karena pada saat itu ketika gas shortage, kalau nggak salah 20 hari, karena sesuai permen itu yang dilakukan," ungkap Rudi.
(rrd/dnl)