Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta dalam penjelasannya kepada detikFinance, Rabu (16/1/2013).
"Banjir, longsor, pencemaran lingkungan, masalah konflik sosial terkait sumber daya alam yang saat ini terjadi di berbagai wilayah Indonesia harusnya menjadi refleksi bagi kita. Bahwa keagungan pembangunan nasional yang hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membawa kesejahteraan dan kebahagiaan yang berkelanjutan bagi masa depan kita," kata Arif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itulah biaya yang harus kita keluarkan kemudian ketika kita membangun tidak memperhatikan persoalan kapasitas dan daya dukung lingkungan. Biaya itu disebut juga dengan eksternalitas," ungkapnya.
Pemerintah sejak 2009 telah menjadikan aspek lingkungan (pro environment) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap proses pembangunan yang berjargon 'pro growth, pro job, pro poor'.
"Tetapi saya melihat itu tidak tergambarkan dalam implementasi kebijakan pembangunan baik itu yang ada di rencana kerja pemerintah ataupun APBN. APBN kita tidak bertransformasi menjadi green budgeting (APBN hijau) begitu juga asumsi pertumbuhan ekonomi tidak bertransformasi menjadi Green PDB (PDB Hijau). Semuanya masih model business as usual," jelas Dosen Perencanaan Pembangunan di Pasca Sarjana UI ini.
Arif mengatakan, pertumbuhan PDB yang tinggi diakibatkan oleh kerakusan dalam mengeruk SDA yang berlebihan tanpa mempertimbangkan lingkungan (meginternalisasi eksternalitas). Hal ini, menurutnya tidak akan bisa membawa masyarakat bahagia secara berkelanjutan.
"Sekarang adalah saat yang tepat untuk berbuat, dimulai dengan merubah kebijakan dengan mengimplemantasikan jargon pro environment menjadi karya nyata," tutur Anggota Komisi XI DPR ini.
(dru/dnl)