Pengusaha Pribumi Tuding Buruh Bikin Investor Malas ke Indonesia

Pengusaha Pribumi Tuding Buruh Bikin Investor Malas ke Indonesia

- detikFinance
Kamis, 25 Apr 2013 18:32 WIB
Jakarta - Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menuding ada agenda besar yang disembunyikan terkait maraknya demo buruh. Maraknya demo buruh sudah dianggap mengganggu minat investor untuk menanam modal di dalam negeri.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum HIPPI Suryani Motik saat ditemui detikFinance di Kantor Kementerian Perindustrian Jakarta, Kamis (25/04/2013).

"Ini jangan-jangan di balik pergerakan besar oleh para buruh ada skenario besar yang akan melumpuhkan Indonesia. Kalau produktivitas bagus itu nggak masalah tetapi UKM juga dilindungi. Kenapa buruh merajelela seperti ini karena pemerintahnya nggak berani ambil sikap kalau berani nggak mungkin begini," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut penuturannya prilaku buruh seperti ini telah membuat investor asing mengalihkan Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Ia mencontohkan salah satu perusahaan kantung darah asal Jepang lebih memilih Vietnam dibandingkan Indonesia karena undang-undang ketenagakerjaan yang tidak jelas di Indonesia.

"Dimana ada di dunia buruhnya salah dan minta berhenti kita perusahaan suruh bayar pesangon. Hanya ada di Indonesia Undang-undangnya. Saya kasih contoh, saya bendahara di PMI, saya kepingin mendirikan pabrik kantong darah. Kita ini pakai merek buatan Jepang," ungkapnya.

"Bayangkan negara kita penduduknya lebih banyak dari Vietnam. Ketika kita undang investor Jepang untuk bangun pabrik di Indonesia untuk joint dengan PMI mereka nggak mau dan mengatakan nggak kuat dengan kebijakan perburuhan akhirnya dibangun di Vietnam dan kita hanya dijadikan pasar. Itu satu contoh yang kita alami. Akhirnya investasi akan turun terus," tuturnya.

Sementara itu, pihaknya juga mengkritik kebijakan penetapan UMP/UMK di masing-masing wilayah. Ia berpendapat bahwa penetapan UMP/UMK tidak fair dan merugikan kalangan menengah ke bawah termasuk UKM.

"Sekarang pengusaha ini dianggapnya seperti kesakitan. Ini demokrasi kebablasan kalau bicara upah minimum harus duduk dong antara pengusaha, buruh dan pemerintah. Berapa yang layak dan tidak bisa disamakan dengan pengusaha besar seperti Toyota Astra yang mungkin UMP Rp 3 juta nggak masalah, kalau warung Padang tutup semua, ini yang tidak fair. Daripada orang tidak kerja lebih baik kerja," tandasnya.


(wij/hen)

Hide Ads