Pihak pemohon yang merupakan supplier dari Nindya Karya yakni PT Uzin Uts Indonesia (UUI) dan anak usahanya dinilai memiliki itikad tidak baik oleh majelis hakim pada permohonan PKPU yang ke-3 kalinya ini.
Ketua Majelis Hakim Dwi Sugiarto pada keputusan nomer 65/PDT Sus.PKPU/2013/PN.Niaga.JKT.PST menjelaskan pada dasarnya pihak Nindya Karya memiliki niat baik untuk membayar utang senilai Rp 327.734.000 kepada kepada PT Uzin pada saat persidangan pertama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan itu usai persidangan pihak pemohon yang diwakili pengacaranya, Agus Dwi Prasetyo mengaku sangat menyayangkan putusan hakim.
Ia menilai permohonan PKPU yang mencapai Rp 1,6 miliar merupakan akumulasi dari bunga dan biaya lain yang timbul dari tunggakan sejak 5 tahun lalu untuk proyek pembangunan Hotel Aston Mangga Dua Jakpus.
"Kita sayangkan majelis hakim menolak. Sebenarnya kita kekhawatiran adanya penindasan ke supplier ini. PKPU ditolak membuat Nindya Karya merasa semakin superior dan kebal hukum. Soalnya utang yang nilai 5 tahun lalu. Mereka nggak perhitungkan bunga, inflasi dll," sebutnya.
Pada kesempatan itu pihak pemohon berencana mengajukan peninjauan kembali.
"Ada kemungkinan mengajukan kembali," jelasnya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum termohon dari Nindya Karya, Jemy Vito menjelaskan dari awal persidangan kliennya telah menunjukkan niat baik ingin melakukan pembayaran utang secara tunai melalui cek tanggal 16 Agustus 2013 senilai Rp 327.734.000. Namun pembayaran ini ditolak oleh pihak pemohon.
"Pihak NK sudah siapkan cek siap membayar. Mereka tutup rekening. Kita coba minta nomer rekening nggak dikasih. Kita konsinasi titip uang PN Utara. Kemarin oleh majelis dilakukan mediasi. Kita sudah siap bayar termasuk ke anak usahnya Uzindo. Mereka nggak mau. Mereka mau ambil yang lebih besar. Nilai mediasi pembayaran lebih besar tanpa ada bukti yang lebih. Nilainya Rp 1,6 Miliar," terangnya.
BUMN yang bergerak di bidang konstruksi harus menghadapi kenyataan pahit. Untuk ketiga kalinya perusahaan pelat merah tersebut dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh beberapa krediturnya.
Kasus seperti ini dialami juga oleh Djakarta Lloyd, Istaka Karya dan PT Dirgantara Indonesia. Meskipun begitu BUMN tersebut sebagian lolos dari ancaman PKPU dan pailit.
(feb/dru)