3 Kali Diseret ke Pengadilan, Ini Penjelasan Bos BUMN Nindya Karya

3 Kali Diseret ke Pengadilan, Ini Penjelasan Bos BUMN Nindya Karya

- detikFinance
Rabu, 23 Okt 2013 07:49 WIB
Jakarta - Manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kontruksi PT Nindya Karya (Persero) angkat suara terkait gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) selama 3 kali.

Nindya Karya sendiri diajukan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena belum membayar utang selama 5 tahun kepada supplier-nya, PT Uzin Uts Indonesia (UUI).

Direktur Nindya Karya I Gusti Ngurah Putra menjelaskan gugatan ini berawal ketika Nindya Karya melakukan verifikasi utang-utang kepada kreditur termasuk supplier. Namun ketika melakukan verifikasi untuk tujuan pembayaran utang, justru perseroan diajukan gugatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kita tanggal 10 Juli konfirmasi melakukan inventarisasi utang-utang. Kita mau menyelesaikan utang. Terus kita malah mau di PKPU-kan. Kita kaget. Justru kita mau menyelesaikan utang dan nggak ada niatan lain,” ucap Putra kepada detikFinance di Kantor Pusat Nindya Karya Cawang Jakarta Timur, Selasa (22/10/2013).

Nindya Karya membenarkan memiliki utang senilai Rp 327.734.000 kepada PT Uzin. Tunggakan ini muncul 5 tahun lalu ketika korporasi sedang mengalami kondisi sulit. Meskipun saat peristiwa tunggakan itu, Putra belum menjabat sebagai dirut. Namun pihaknya memiliki niatan baik menyelesaikan utang pasca program restrukturisasi Nindya Karya.

“Saat kita masuk ke sini. Kita sedang restrukturisasi perusahaan ini. Restrukturisasi ini ada 3 pilar. Paling penting bidang keuangan, kedua di bidang organisasi dan SDM serta yang ke-3 menyederhanakan sistem. Restrukturisasi ini selesai tanggal 14 September 2012,” jelasnya.

Meskipun menggalami gugatan dan lolos dari PKPU sebanyak 3 kali. Nindya Karya tetap berkomitmen menyelesaikan tunggakan secara baik-baik. Bahkan dari awal Nindya Karya telah beberapa melakukan berbagai cara dan upaya untuk menyelesaikan utang senilai Rp 327 juta. Namun selalu ditolak PT Uzin.

“31 Juli coba selesaikan utang lama dan sudah ada konfirmasi ternyata pertama kita transfer itu gagal. Kita ulang lagi tranfer lagi tanggal 2 tidak bisa,” katanya.

“Terus 12 Agustus kita dapet panggilan terus tanggal 13 sidang (PKPU). Bank menginformasikan sebelum tanggal 12, nggak bisa bayar karena rekening sudah ditutup. Dengan begitu kami berpikir PKPU ada maksud nggak baik,” sebutnya.

Hakim pun sempat menyarankan mediasi. Namun perseroan kaget dengan permintaan pelunasan utang dari PT Uzin sebesar Rp 1,6 miliar saat proses mediasi. Nindya Karya menilai pembayaran utang itu tidak rasional karena utang mereka hanya sebesar Rp 327 juta. Sementara pihak pemohon tidak bisa membuktikan utang perseroan senilai Rp 1,6 miliar.

“Mereka mengajukan Rp 1,6 miliar. Secara formal mereka nggak ajukan di PKPU. Itu 5 kali tuntutan,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, Putera menegaskan utang seperti PT Uzin sudah tidak ada lagi di perseroan. Peristiwa PKPU yang berulang kali ini justru menggangu hubungan Nindya Karya dengan mitra.

“Kita terganggu konsentrasi. Apalagi ke mitra. Kita dikira betulan. Ini hanya Rp 300 juta menggangu operasional. Kita sudah minta lawyer ini selesaikan baik-baik. Kita juga kordinasi dengan kementerian BUMN,” ucapnya.

(feb/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads