'Samaran' Burger di Korea Utara

Anti Amerika, Tak Anti Makanannya (4)

'Samaran' Burger di Korea Utara

- detikFinance
Senin, 06 Jan 2014 15:48 WIB
Salah satu restoran cepat saji di Korea Utara.
Jakarta - Pada pidato tahun barunya baru-baru ini, pemimpin besar Korea Utara, Kim Jong-un menyebut Amerika Serikat sebagai negara yang haus perang. Dia mengancam, akan membuat AS luluh lantak dengan senjata nuklirnya.

Sikap Jong-un pada AS ternyata tak menular pada masyarakat, khususnya soal makanan asal negeri Paman Sam itu. Restoran cepat saji dengan menu khas AS mulai menjamur di sana.

Salah satunya adalah Samtaeseong, restoran cepat saji yang dibuka di Pyongyang, Korea Utara, beberapa waktu lalu. Menurut harian Choson Sinbo, koran Korea Utara yang bermarkas di Jepang, restoran ini bisa berdiri atas bantuan sebuah perusahaan Singapura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi bagaimana burger bisa menyusup ke Korea Utara? Menu yang dijual di Samtaeseong memang khas restoran cepat saji asal Amerika. Tapi mereka bak 'menyamar'. Samtaeseong memakai bahasa Korea untuk menamai menu-menu itu. Hamburger misalnya disebut dengan potongan daging dan roti.

Menunya semakin khas dengan tambahan kimchi. Dengan cara yang adaptif ini, Samtaeseong juga bisa menjual wafel dan bir. Restoran ini berencana menambahkan hotdog dan croissant ke dalam menunya. Tentu saja dengan nama-nama berbahasa Korea dan tambahan kimchi.

“Restoran kami memang khusus melayani makanan populer yang terkenal di seluruh dunia,” kata Ko Jong Ok, manager Samtaeseong. “Dalam waktu singkat kami pun sudah terkenal dan berencana membuka cabang-cabang di banyak tempat di sini.”

Format restoran asal Amerika Serikat sudah terdeteksi sejak 2012 di Korea Utara. Seorang pengelana asal Jepang pada tahun lalu berhasil mendokumentasikan sebuah toko makanan cepat saji di Pyongyang lengkap dengan menu khasnya, hamburger, hotdog, ayam goreng renyah, kentang goreng, dan wafel.

Pengelana bernama Kuzo itu bilang ayam goreng cepat saji khas Korea Utara bahkan terasa lebih enak ketimbang ayam-ayam goreng yang pernah dirasakannya sejauh ini. “Malah mereka memberikan sarung tangan plastik untuk menikmati ayam itu, supaya jari-jari tak kotor,” kata Kuzo.

Makanan cepat saji adalah salah satu gambaran perubahan di Korea Utara. Selain itu, semakin banyak orang yang menenteng telepon seluler dan kaum wanitanya memakai sepatu hak tinggi. “Perubahan ini paling nyata selama beberapa tahun terakhir,” kata Simon Cockerell dari Koryo Tours yang sudah mengadakan lebih dari 100 tur wisata ke Korea Utara.

Perubahan di Pyongyang diawali dengan berdirinya pasar Tongil pada 2003. Tongil yang berarti “Bersatu kembali” ini menjual produk pertanian, pakaian, sejumlah barang elektronik kecil. Tapi pasar ini sangat sulit dimasuki orang asing karena hanya menerima mata uang lokal, yang terlarang bagi turis asing.

Sementara untuk kaum elit kini sudah ada 10 pusat perbelanjaan di Pyongyang dan sejumlah kota provinsi. Pusat perbelanjaan ini hanya menerima dolar Amerika atau Euro dan menjual berbagai barang impor yang kebanyakan berasal dari China.

(DES/DES)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads