Bersama rombongan media asal Indonesia dan PT MRT Jakarta, detikFinance memperoleh kesempatan mencoba moda transportasi kereta LRT. Kereta LRT ini merupakan kereta yang dibangun di bawah tanah dan layang namun berukuran lebih kecil dari MRT.
Berangkat dari Stasiun bawah tanah KLCC yang terletak di bawah menara twin tower Petronas, rombongan terlebih dahulu harus membeli tiket single trip. Berada pada mesik tiket otomatis, detikFinance dan rombongan satu per satu membeli tiket secara elektronik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ayo kita masuk ke pintu otomatis. Koinnya di-tap ya. Ini koinnya sama dengan monorel. Koin disimpan,” kata pemandu asal Malaysia Fahmi yang menemani rombongan di Stasiun KLCC Menara Petronas Kuala Lumpur, Kamis (23/1/2014).
Setelah masuk ke dalam area stasiun, terdapat seorang petugas yang sesekali membantu penumpang yang kesulitan saat akan masuk area stasiun melalui pintu otomatis. Dengan wajah yang ramah, ia menjelaskan operasional kereta dimulai dari pukul 06.00 hingga 00.00 waktu setempat.
Saat memasuki area tunggu kereta LRT, terlihat beberapa warga Malaysia antri di dekat pintu otomatis. Berselang 3 menit kereta tiba. “Ayo cepat masuk,” kata Fahmi.
Kereta berwarna putih buatan Bombardier-Hartasuma ini memiliki 4 rangkaian kereta. Kereta ini sama sekali tidak dilengkapi masinis. Dari pantauan detikFinance, suasana kereta tidak terlalu penuh. Kereta sendiri melaju cukup kencang melewati beberapa stasiun bawah tanah hingga berhenti pada Stasiun Pasar Seni. Stasiun ini merupakan stasiun layang (elevated). Lokasi stasiun ini terletak di samping pembangun Stasiun MRT Pasar Seni.
“Di sebelah itu pembangunan stasiun MRT. Sebelum jadi stasiun itu merupakan bekas mall kecil dan terminal bus,” terang Fahmi.
Sebelum meninggalkan area stasiun, terlebih dahulu rombongan memasukkan koin ke dalam pintu otomatis agar pintu bisa terbuka. Koin LRT pun tidak bisa dibawa pulang sebagai kenang-kenangan. Saat turun 2 lantai menggunakan tangga manual dan eskalator, terlihat kondisi stasiun yang sangat bersih dan bebas pedagang asongan.
Ketika ke luar stasiun, bus-bus siap membawa penumpang LRT ke rute selanjutnya. Bus ini secara design mirip dengan bus di Singapura atau bus pengantar penumpang di bandara indonesia. Bus ini dirancang dengan konsep lower deck.
Meski moda transportasi seperti LRT dan bus terlihat dalam kondisi sangat bersih dan nyaman, masyarakat Kuala Lumpur lebih suka berpergian menggunakan kendaraan pribadi. Alasannya, moda transportasi saat ini belum mampu membawa hingga pusat bisnis dan perkantoran di Kuala Lumpur.
Hingga akhirnya diputuskan pembangunan MRT Kuala Lumpur sepanjang 51 km dari Sungai Buloh-Kajang untuk merangsang migrasi penggunaan angkutan pribadi ke angkutan umum.
(feb/ang)