Berburu Sepeda Motor Klasik Sampai ke Dasar Sungai

Hobi Motor Klasik (3)

Berburu Sepeda Motor Klasik Sampai ke Dasar Sungai

- detikFinance
Jumat, 14 Mar 2014 14:29 WIB
Anggota klub sepeda motor klasik sedang berkumpul. (Foto: Istimewa)
Jakarta - Sebagaimana pehobi pada umumnya, pecinta sepeda motor klasik terkadang berjuang keras demi incarannya. Salah satunya adalah pengalaman Djoko Marseno, yang berburu sepeda motor klasik ke berbagai kota bahkan sampai di dasar sungai.

Djoko mulai serius menggeluti hobi ini pada 1970-an. “Sejak dulu saya memang sudah senang sepeda motor tua. Lebih simpel, tongkrongannya gede-gede,” ujarnya. Dulu koleksinya cukup banyak, tetapi berkurang satu per satu seiring berjalannya waktu.

“Buat keperluan sekolah segala macam, ada yang saya jual. Namun saya menjual juga ke sesama kolektor, jadi barangnya masih bisa saya lihat,” kata Djoko mengenang. Kini koleksi Djoko ada 4 unit, diantaranya adalah Indian keluaran 1948 dan BSA produksi 1953.

Ketika muda, Djoko kerap kali berburu sepeda motor klasik ke berbagai daerah seperti Bangka dan Palembang. Menariknya, Djoko pernah mendapat sepeda motor di dasar Sungai Brantas (Jawa Timur).

“Dulu mungkin sepeda motor itu dibuang Belanda, dan bertahun-tahun ada di dasar sungai. Saya dapat dalam kondisi yang berkarat di mana-mana,” paparnya.

Soal perawatan, Djoko menilai sepeda motor klasik hampir sama dengan adik-adiknya yang lebih modern. Namun tentu saja suku cadangnya yang sulit dicari. Untuk mengakalinya, bisa menggunakan suku cadang motor baru yang hampir sama kemudian dibubut.

Apakah sepeda motor klasik merupakan hobi yang mahal? Djoko menilai itu relatif. “Tergantung kondisi sepeda motor yang kita inginkan. Bisa juga nyicil, membeli parts per parts. Tidak perlu bingung, sesuaikan saja dengan budget yang dimiliki,” katanya.

Djoko sendiri merupakan senior di komunitas pecinta sepeda motor klasik yang ternama di Tanah Air yaitu Motor Antique Club Indonesia (MACI). Cikal bakal komunitas ini dibentuk pada 1978 di Bandung. Anggotanya semakin bertambah dan tersebar di banyak kota. Akhirnya pada 1982 berdirilah MACI sebagai organisasi tingkat nasional.

“Anggota MACI tersebar di seluruh Indonesia, jumlahnya mungkin sekitar 5.000 orang. Namun yang aktif sekitar 1.000-1.500 orang. Aktif tidaknya anggota biasanya terlihat saat acara Jambore Nasional,” kata Djoko, yang kini berusia 60 tahun.

Selain Jambore Nasional, para anggota MACI juga tidak jarang melakukan perjalanan panjang (touring) bersama. “Ini membuktikan sepeda motor klasik tidak kalah dengan yang lebih modern. Sepeda motor tua justru lebih stabil, karena tongkrongannya gagah dan kebanyakan buatan Eropa,” tutur Djoko.

MACI memang perkumpulan pecinta sepeda motor jadul. Djoko mengungkapkan sepeda motor milik anggota MACI paling muda adalah keluaran 1967. “Sisanya ada yang produksi 1913, 1945, 1948, dan sebagainya,” ujar pensiunan pegawai Kementerian Perindustrian ini.

Salah satu misi yang diusung MACI adalah sepeda motor klasik sebagai cagar budaya yang perlu dilestarikan. Sepeda motor klasik mencerminkan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, MACI berkampanye untuk menghentikan pengiriman sepeda motor klasik ke luar negeri.



(hds/DES)

Hide Ads