Kabupaten berjuluk 'The Sunrise of Java' itu memang sedang sibuk berbenah dalam tiga tahun terakhir. "Investasi jadi kunci penggerak ekonomi, karena tentu kita tidak bisa mengandalkan APBD semata yang kapasitasnya terbatas," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Rabu (26/3/2013).
Pada 2013, investasi yang masuk di Banyuwangi mencapai Rp 3,2 triliun, meningkat hingga 175% dibanding tahun 2012 yang sebesar Rp 1,1 triliun. Jika dibandingkan dengan 2010 yang investasinya baru Rp 272 miliar, investasi di Banyuwangi melonjak drastis hampir 1.100%.
Sejumlah investor kakap mulai masuk Banyuwangi, di antaranya Grup Bosowa, PT Semen Indonesia Tbk, industri gula oleh Konsorsium BUMN, grup perhotelan kenamaan, agribisnis, dan industri perikanan besar.
"Ada juga pengolahan ikan besar yang masuk dan industri hilir kelapa. Memang kami prioritaskan industri yang punya nilai tambah terhadap potensi lokal Banyuwangi seperti pertanian dan perikanan," papar Anas yang ditemui di Bumi Hotel Surabaya ini.
Dia mengatakan, investasi di Banyuwangi makin efisien. Itu ditunjukkan dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Banyuwangi sebesar 2,05, lebih rendah dari Jatim yang sebesar 3 atau rata nasional di kisaran 4. ICOR adalah indikator yang menunjukkan besarnya tambahan modal baru yang dibutuhkan untuk menambah satu unit output.
"Artinya, untuk menaikkan output 1 barang, di Banyuwangi butuh 2,05 modal. Itu di bawah ICOR nasional sebesar 4 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan output 1 barang membutuhkan investasi sebesar 4 modal. Artinya Banyuwangi lebih efisien," ujar Anas.
Banyuwangi memberi kemudahan perizinan lewat layanan yang cepat dan transparan. "Lewat online, ajukan minat. Kami jemput pakai Camry di Bandara Banyuwangi. Ini bukan semat-mata mengistemawakan investor, tapi kami sadar bahwa kehadiran investor penting untuk memacu ekonomi, membuka lapangan kerja," jelas bupati yang berusia 41 tahun ini.
Dengan pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 6,85% (di atas rata-rata nasional 5,78%), pengangguran terbuka di Banyuwangi terus menurun dari 5,08 persen pada 2010 menjadi 3,4% pada 2012. Kemiskinan melorot dari kisaran 20% sebelum 2010 menjadi 9,9% pada 2013.
Anas mengatakan, sejumlah insentif investasi juga disiapkan, misalnya fasilitasi saluran irigasi untuk investor yang berinvestasi di sektor pertanian dengan jumlah lahan tertentu. "Pertanian kami beri insentif karena kami ingin benar-benar membatasi konversi lahan. Lagipula investasi pertanian berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakat," kata dia.
Salah satu faktor pendorong investasi adalah infrastruktur Banyuwangi yang memadai. Tiap tahun Pemkab membangun 300 kilometer jalan. Landasan Bandara Blimbingsari Banyuwangi juga diperpanjang menjadi 1.800 meter. Pelabuhan Tanjung Wangi Banyuwangi yang memiliki kedalaman 14 meter low water spring (LWS) juga menjadi keunggulan karena bisa dibuat sandar kapal berukuran jumbo.
Saat ini juga sedang dikembangkan Banyuwangi Industrial Estate Wongsorejo seluas lebih dari 2.000 hektar yang digarap keroyokan oleh tiga BUMN, yaitu PTPN XII, Pelindo III, dan PT SIER.
"Pekan kemarin ada investor China mau bikin industri pengolahan baja di kawasan industri ini. Sudah datang dan survei, doakan segera jadi. Ini bakal menyerap ribuan tenaga kerja," ujarnya.
Anas mengatakan, salah satu aspek yang diandalkan adalah pemasaran positif lewat cerita dari mulut ke mulut para pengusaha yang telah masuk Banyuwangi.
"Pengusaha itu berjejaring. Kalau mereka senang, pasti cerita bahwa investasi di Banyuwangi happy. Pola interaksi pemerintah daerah itu ada helping hand dan grabbing hand. Di Banyuwangi, helping hand, tangan membantu, bukan grabbing hand atau tangan mengambil yang bikin susah dunia usaha," terang Anas.
Untuk menunjang industri, Waduk Bajulmati berdaya tampung 10 juta meter kubik air sedang dibangun dengan dana APBN Rp350 miliar dan diharapkan kelar pada 2015.
"Nantinya menopang kawasan industri tersebut, selain bisa meningkatkan areal sawah beririgasi teknis seluas 1.800 hektar," pungkas bupati yang juga menyabet segudang penghargaan ini.
(roi/dnl)