Menteri Perhubungan EE Mangindaan mengatakan, pembangunan bandara ini mulai dicanangkan pada tahun 1992, sempat terhenti di tahun 1997 karena adanya krisis moneter alias krismon dan kembali dilanjutkan sejak 2007.
"Kualanamu dibangun melalui proses yang panjang. Sejak tahun 1992, terhenti pada 1997 karena krismon (krisis moneter). Kemudian pada zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Jusuf Kalla dimulai lagi pada tahun 2007," kata Mangindaan pada Persemian Bandar Udara Unternasional Kualanamu dan Lima Bandara lain, di Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (27/3/2014).
Mangindaan mengatakan, pembangunan bandara internasional Kualanamu ini adalah sebagai bentuk antisipasi lonjakan penumpang pesawat yang akan terjadi, di saat itu. Bandara Polonia pada saat itu diprediksikan kapasitasnya bakal terus melonjak jika tidak memiliki bandara lain.
"Pembangunan ini merupakan jawaban dan antisipasi pemerintah terhadap tuntutan pengguna jasa transportasi, mengingat Polonia saat itu telah melebihi kapasitas, dan lokasinya berada di tengah kota, hal ini berpengaruh terhadap pelayanan," papar Mangindaan.
Kisah mengenai pembangunan Kualanamu yang sama dikatakan oleh Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Menurut Gatot, tahun 1992 adalah studi awal pemilihan lokasi bandara. Pada tahun 1994 dikeluarkan basic design oleh Ditjen Perhubungan Udara, lalu pada 1995 ditetapkan pembangunnan bandara itu melalui Keputusan Menteri Perhubungan.
"Lalu sejak saat itu dimulai proses pembebasan lahan," kata Gatot.
Kualanamu dibangun di lahan seluas 1.365 hektar sebagai pengganti keberadaan bandara peninggalan Belanda di tahun 1920, Poilonia. Bandara megah ini dibangun dengan investasi Rp 5,59 triliun yang bersumber dari APBN Kementerian Perhubungan senilai Rp 3,39 triliun dan PT Angkasa Pura II senilai Rp 2,2 triliun. Bandara ini berkapasitas 8 juta penumpang per tahun.
(zul/dru)