PLTU Batang berkapasitas 2x1000 MW yang dianggap sebagai pembangkit terbesar di Asia Tenggara. Proyek senilai US$ 40 miliar atau Rp 40 triliun tersebut dibiayai oleh Japan Bank For International Cooperation (JBIC).
"Tersisa yang belum selesai itu 29 hektar," ungkap Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat koordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga di kantornya, Jakarta, Jumat (25/4/2014).
Pemerintah meminta PT Bhimasena Power selaku pengembang untuk menyelesaikan persoalan lahan secepatnya. Saat ini sudah memasuki perpanjangan waktu pembiayaan kedua.
"Kita minta kepada pengembang untuk dituntaskan, ini sudah perpanjangan yang kedua. Kita optimistis dengan berbagai pendekatan untuk menuntaskan itu," katanya.
Hatta pun masih optimistis financial closing akan selesai pada Oktober tahun ini. Kemudian bisa dilakukan peletakkan batu pertama atau groundbreaking.
"Harus optimistis, harus kerja keras. Kalau tidur saja ya nggak selesai," ujarnya.
Direktur Perencanaan dan Afiliasi PT PLN persero Murtaqi Syamsuddin menambahkan, posisi lahan memang terlihat sulit dibebaskan karena lokasinya tepat pada pusat PLTU atau lokasi utama.
Pembangunan proyek pun tidak bisa dimulai secara perlahan dari lahan yang sudah dibebaskan, sehingga memang diperlukan upaya khusus.
"Lahan sedikit yang tersisa, 10%. Tapi kalau nggak bisa kan tetap nggak bisa dibangun. Lokasinya di tempat power block, tempat turbin dan boiler berada," kata Murtaqi pada kesempatan yang sama.
(mkl/hds)