Kalangan pengusaha menilai tuntutan buruh sudah tidak masuk akal. Pernyataan tersebut mengacu pada permintaan kalangan serikat buruh yang kembali menuntut penambahan jumlah komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) untuk perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015.
Para buruh mendesak jumlah KHL bertambah dari 60 item yang berlaku sekarang menjadi 84 item. Komponen yang akan ditambah dan dimasukan ke dalam KHL yang baru adalah biaya membeli koran, kebutuhan pulsa, hingga parfum dan lainnya.
"Sekarang kan komponen yang masuk KHL itu ada 60 item dan itu sudah memasukkan semua unsur yang jadi kebutuhan dasar, angka ini masih valid, sekarang mereka minta tambahan jadi 84 itu mereka asal ngomong, ngawur namanya. Dasarnya dari mana bisa sampai 84, malah mereka pernah minta sampai 122, kenapa nggak sekalian saja 200 begitu biar nggak nanggung," ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Kebijakan Publik, Fiskal, dan Moneter Hariyadi Sukamdani saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Kamis (1/5/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu saya adalah bagian di dewan pengupahan nasional jadi saya tahu persis apa permintaan dan yang dibutuhkan buruh. Kita juga sebagai pengusaha berusaha untuk bisa memberikan yang bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Segala aturan apa pun sama halnya dengan KHL harus ada mekanismenya. Ini permintaannya sudah ke mana-mana, dan saya yakin betul ini nggak akan dikabulkan," jelas dia.
Haryadi menjelaskan, banyaknya aksi demo saat ini disinyalir digerakkan oleh sekelompok kalangan tertentu yang punya tujuan politik.
"Buruh jangan mau dibeginikan terus, demo buruh ini sudah ada yang mengatur dari kalangan tertentu. Permasalahan pemerintahan sekarang ini banyak politisnya. Buruh-buruh didesak terus untuk demo. Jangan hanya karena mereka punya dana besar jadi mampu menggalang massa untuk melakukan demo-demo yang nggak jelas. Hal ini akan menimbulkan situasi yang tidak beres," jelasnya.
Tak hanya itu, Haryadi menambahkan, banyaknya tuntutan buruh ini bisa memicu para pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang pada akhirnya banyak terjadi pengangguran.
"Tuntutan-tuntutan buruh ini mendesak pengusaha kelas menengah bawah untuk membayar upah yang sebenarnya mereka tidak mampu. Ini bisa berpotensi banyaknya pengangguran karena pengusaha-pengusaha tidak mampu bayar. Pengusaha jadi main deal-deal untuk bisa bayar murah buruh, jadi timbul recruitment baru dan pengangguran banyak," cetusnya.
(drk/dnl)