Kepala Sub Humas Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian Arief Cahyono mengatakan secara mendasar daging celeng tak berbeda dengan produk daging lainnya. Namun penangkapan-penangkapan daging celeng yang dilakukan oleh karantina lebih karena daging-daging tersebut tak memenuhi prosedur pemasukan barang melalui karantina.
"Daging celeng itu seperti daging yang lain mestinya, selagi melalui proses kaidah pemotongan hewan yang benar, SNI perlakuan untuk daging, proses pengiriman yang benar, standar sanitasi dan surat keterangan sehat dari dinas kesehatan, dan sertifikasi karantina. Kalau itu sudah dipenuhi tak masalah," kata Arief kepada detikFinance, Rabu (2/07/2014)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya silakan saja bagi seseorang yang mau berbisnis daging celeng asalkan prosedurnya bisa memenuhi kaidah karantina dan aturan lainnya. Namun lagi-lagi, sampai saat ini belum ada daging celeng yang dijual secara legal atau sah sesuai dengan kaidah hukum.
"Saya sih belum pernah dengar pasar daging celeng yang legal. Silakan saja jual daging celeng tak ada larangan, asal legal," katanya.
Arief menambah untuk kelompok masyarakat tertentu di Sumatera, daging celeng menjadi konsumsi biasa. Namun kondisi dagingnya pun masih segar dan layak dikonsumsi.
Ia mengatakan daging celeng yang selama ini diamankan oleh karantina karena pelanggaran prosedur membawa barang daging yang tak sesuai kaidah karantina. Dalam konteks ini para pelaku melanggar Undang-undang nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
"Daging ini tidak dilengkapi dengan Surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan sertifikat sanitasi karantina hewan. Sehingga diyakini tidak higienis dan layak untuk di konsumsi masyarakat," katanya.
Kemudian hal lain yang menjadi pertimbangan adalah prosedur pemotongan hewan. Cara pemotongan hewan yang tidak diketahui serta cara pengangkutan yang tidak sesuai standar sanitasi jelas melanggar Undang-undang tersebut.
"Dan ingat rata-rata (daging) hampir busuk," imbuhnya.
Badan Karantina Pertanian sendiri berkepentingan untuk mencegah bahan pangan masyarakat yang tidak layak konsumsi sampai ke pasaran. Daging yang tidak diperlakukan dengan sanitasi yang baik akan membawa peluang terbawanya bakteri berbahaya seperti Escherichia coli dan Salmonella.
"Sekaligus dikawatirkan membawa larva dan cacing babi yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat," paparnya.
(hen/hds)