Cerita Dirjen Anggaran Kemenkeu, Pilih Naikkan Harga BBM Atau Pangkas Anggaran

Cerita Dirjen Anggaran Kemenkeu, Pilih Naikkan Harga BBM Atau Pangkas Anggaran

- detikFinance
Selasa, 15 Jul 2014 13:49 WIB
Jakarta -

Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani bercerita sulitnya mengambil kebijakan dalam proses pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2014. Pemerintah dihadapkan pada pilihan harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau memangkas belanja di berbagai kementerian/lembaga.

Memangkas anggaran bisa berdampak pada berkurangnya daya dorong APBN dalam perekonomian. Sementara menaikkan harga BBM bisa membebani masyarakat, mengurangi daya beli, dan mendongrak angka kemiskinan.

"Kedua hal itu sebenarnya akan berpengaruh untuk pengangguran dan kemiskinan. Tapi bila dihitung lagi, maka kebijakan kenaikan harga yang efeknya lebih kecil. Bahkan cenderung bermanfaat untuk jangka panjang," tutur Askolani dalam Diskusi Penyusunan APBN di Gedung Danapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (15/7/2014).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, pemerintah akhirnya memilih untuk mengurangi anggaran sebesar Rp 43 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan rencana sebelumnya yaitu Rp 100 triliun.

Menurut Askolani, faktor politik lah yang menyebabkan pemerintah memilih opsi ini. "Dari 2 ini, memang yang paling baik adalah kenaikan harga BBM. Tapi kemudian kita tahu ada politik dan memang ada intervensi di dalamnya," ujar Askolani.

Ia mengatakan, bila sudah masuk ke ranah politik, kebijakan anggaran selalu berpihak pada yang bersifat populis. Padahal dari sudut pandang ekonomi, ada langkah yang lebih baik.

"Kalau ekonomi dan sosial, untuk kondisi sekarang memang lebih baik naikkan harga BBM. Tapi politik selalu berbicara populis, sehingga yang dipilih adalah pemotongan anggaran," kata Askolani.

Seperti diketahui, pemerintah harus memilih salah satu opsi kebijakan ini untuk mencegah pelebaran defisit anggaran. Tanpa langkah antisipasi, defisit anggaran akan membengkak melebihi 3% terhadap PDB yang melanggar UU Keuangan Negara.

(mkl/hds)

Hide Ads