Dana APBN Rp 2.000 T Tak Cukup Untuk Infrastruktur, Butuh Alternatif

Dana APBN Rp 2.000 T Tak Cukup Untuk Infrastruktur, Butuh Alternatif

- detikFinance
Jumat, 05 Sep 2014 19:47 WIB
Jakarta - Pemerintah terus mendorong terlaksananya proyek-proyek infrastruktur dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Ini untuk mendukung terintegrasinya seluruh wilayah Indonesia yang infrastrukturnya minim.

Namun, salah satu yang masih menjadi kendala adalah soal pembiayaan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak cukup untuk membiayai seluruh proyek yang ada.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Firmanzah mengungkapkan, dalam mengembangkan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia dibutuhkan pendanaan yang sangat tinggi, dan APBN tidak memungkinkan untuk menutup semua kebutuhan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, perlu dilakukan alternatif pembiayaan infrastruktur melalui penerbitan obligasi daerah. Menurutnya, setiap daerah punya potensi untuk bisa mengembangkan infrastrukturnya masing-masing.

"Kita perlu infrastruktur, kalau nggak begitu kita impor terus dan infrastruktur tidak bisa seluruhnya didanai APBN, Rp 2.000 triliun dana APBN (2015) semuanya buat infrastruktur juga tidak cukup. Saya sepakat agar Pemda bisa diberikan kewenangan dan otoritas bisa lebih strategis dalam pendanaan agar ujung tombak MP3EI itu ada di daerah bukan pusat, sektor riil ada di daerah jadi pusat fasilitasi dan mendorong daerah," jelas dia di Acara Refleksi Tiga Tahun Kemajuan MP3EI di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (5/9/2014).

Hal yang sama diungkapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Menurutnya, pemerintah perlu menggenjot pemerataan infrastruktur di berbagai wilayah di Indonesia termasuk Jawa Tengah. Namun, pembangunan infrastruktur masih terkendala biaya.

Ganjar mengakui, kebutuhan dana untuk infrastruktur dari APBN memang tidak mencukupi untuk membiayai seluruh proyek yang ada. Untuk itu, perlu dilakukan alternatif pembiayaan jangka panjang lainnya misalnya obligasi daerah.

"Kalau seandainya seluruh APBN yang Rp 2.000 triliun untuk bangun infrastruktur nggak akan cukup. Didorong penerbitan obligasi daerah walaupun tidak terlalu populer. Itu kan, alternatif pembiayaan yang sangat bagus yang tidak lagi menggantungkan dari APBN, swasta," jelasnya.

Ganjar juga mendorong pembiayaan infrastruktur berasal dari obligasi daerah. Namun hingga saat ini pihaknya masih akan mengkaji untuk penerbitan obligasi daerah.

"Dikaji dulu. Positif tentunya kalau kita lihat sesuatu yang prospektif untuk pembangunan infrastruktur. Ini perlu dikaji. Sehingga menjadi sesuatu yang seksi untuk rakyat. Mesti dijamin kesiapan kita. Itu barang baru," kata Ganjar.

Selain soal pembiayaan, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin mengomentari soal regulasi yang masih berbelit. Itu perlu dipangkas agar tidak menghambat proses pembangunan.

"MP3EI secara konseptual memberi harapan besar, pilihan-pilihan pembangunan tapi sebenarnya seharusnya bisa lebih, kami mengusulkan perkuat sisi regulasi," ujarnya.

Alex mencontohkan, selama ini proses regulasi seperti perizinan untuk pembangunan proyek di daerah cukup sulit dan berbelit-belit. Semua harus seizin pemerintah pusat. Rantai regulasi ini perlu dipersingkat agar tidak menghambat pembangunan infrastruktur.

"Berikan kewenangan kami di daerah jangan ribet urusannya, beri kewenangan ke kami para gubernur. Ini keluhan kami di daerah. Trans Sumatera contohnya masih jauh (realisasinya). Jika diberi kewenangan kami akan lebih mudah selesai," katanya.

Menurut Alex, jika masing-masing pemimpin daerah diberi kewenangan tersebut maka dimungkinkan pembangunan infrastruktur di daerah akan lebih cepat.

"Sebenarnya Indonesia bisa jauh lebih hebat dan cepat dalam pembangunan kalau kewenangan di daerah diberikan lebih untuk membangun daerahnya masing-masing, karena selama ini bottleneck ada di pusat bukan daerah," tandasnya.

(drk/dnl)

Hide Ads