Jakarta -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dibantu TNI AL berhasil menangkap kapal illegal fishing berbendera Panama MV. HAI FA. Kapal itu disebut-sebut sebagai kapal illegal fishing terbesar yang pernah ditangkap pemerintah Indonesia.
Dibutuhkan kehati-hatian dari KKP saat menindaklanjuti dan memberikan laporan kepada TNI AL adanya aktifitas illegal fishing oleh sebuah kapal besar di Laut Arafura. Melalui berbagai pertimbangan akhirnya KKP memberikan laporan TNI AL agar segera menangkap kapal MV. HAI FA tersebut.
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP Asep Burhanudin membeberkan proses penangkapan kapal MV. HAI FA. Berikut ini penelusuran yang dihimpun detikFinance, Selasa (13/01/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asep Burhanudin mengungkapkan kapal MV. HAI FA telah memiliki dokumen Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK) Kedatangan dari Pengawas Perikanan di Satker PSDKP Avona, tanggal 18 Desember 2014 dan HPK Keberangkatan pada tanggal 19 Desember 2014. Sayangnya Pengawas Perikanan menyatakan bahwa kapal tersebut dinyatakan tidak layak operasi karena keseluruhan ABK (Anak Buah Kapal) berkewarganegaraan asing yaitu Tiongkok, sehingga tidak diterbitkan SLO.
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, selain tidak memiliki SLO kapal tersebut juga tidak mengaktifkan transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (Vessel Monitoring System/VMS) selama pelayaran dari Avona ke Wanam, Papua.
"Begitu berangkat ternyata VMS mati. Jarak Afona ke Wanam itu 200 notical mil atau bisa ditempuh dengan waktu 1 hari 1 malam, tetapi kenapa sampai 4 hari. Di samping tidak ada SLO, kapal ini mematikan VMS. Sejak saat itu saya langsung koordinasi dengan Kapolri dan KSAL (Kepala Staf Angkatan Laut," beber Asep.
Mendapatkan laporan KKP, TNI AL bergerak cepat. Kapal MV. HAI FA berhasil ditangkap saat merapat di Pelabuhan Wanam, Kabupaten Merauke, Sabtu (27/12/2014). Setelah diselidiki, kapal ini tergolong kapal jenis besar berbeda dengan kapal penangkap ikan biasa.
Kapal besar berbendera Panama itu diketauhi memiliki bobot mati 4.306 GT serta telah berlayar tanpa Surat Layak Operasi (SLO). Ukuran kapal tersebut sangat besar dan berbeda dengan kapal illegal fishing yang kerap ditangkap pemerintah dengan rata-rata bobot kapasitas 200-500 GT.
Kapal jenis pengangkut ikan ini ternyata diawaki oleh 23 anak buah kapal, semuanya berkewarganegaraan Tiongkok. Muatan kapal berupa ikan campuran dan udang diketahui sebanyak 900.702 kg terdiri dari ikan beku 800.658 kg dan udang beku 100.044 kg.
Muatan yang diketahuiΒ milik PT. Avona Mina Lestari ini rencananya akan diekspor ke Tiongkok. βMV. HAI FA melakukan pelayaran pengangkutan ikan dari Avona menuju Wanam tanpa dilengkapi SLO dan melanggar standar operasional prosedur penangkapan ikanβ, papar Asep.
Koordinasi dengan aparat terkait seperti Koarmatim TNI AL, Kepolisian, termasuk Komandan Lantamal XI Merauke dan Komandan Lantamal IX Ambon. Kapal MV. HAI FA mulai ditarik ke Dermaga Lantamal IX Ambon dengan menggunakan KRI. John Li-358 pada tanggal 28 Desember 2014.
Perjalanan dari Wanam ke Ambon berlangsung cukup lama. Kapal MV. HAI FA tiba di Ambon tanggal 1 Januari 2015 pukul 10.00 WIT.
"Kita solid untuk kerjasama ini. Tanggal 28 Desember 2014 kita kawal dan tarik oleh KRI John Li menuju Lantamal IX Ambon," katanya.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa MV. HAI FA diduga kuat telah melakukan pelanggaranΒ sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (3), Pasal 43, Pasal 7 ayat (2) huruf d, dan Pasal 7 ayat (2) huruf e, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Pasal 42 ayat (3) menyatakan setiap kapal perikanan yang akan berlayar melakukan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan dari pelabuhan perikanan wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar di pelabuhan perikanan. Pasal 43 menyatakan setiap kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki surat laik operasi kapal perikanan dari pengawas perikanan tanpa dikenai biaya. Selanjutnya Pasal 7 ayat (2) huruf d menyebutkan setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan.
Sedangkan Pasal 7 ayat (2) huruf e menyebutkan setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai sistem pemantauan kapal perikanan.
"Untuk selanjutnya terhadap tersangka dan barang bukti berupa kapal dan ikan yang diangkut akan dilakukan proses hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Asep.
Halaman Selanjutnya
Halaman