Mengintip Kehidupan di Perbatasan Indonesia-Malaysia

Mengintip Kehidupan di Perbatasan Indonesia-Malaysia

- detikFinance
Jumat, 16 Jan 2015 11:02 WIB
Mengintip Kehidupan di Perbatasan Indonesia-Malaysia
Entikong - Kemarin Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyambangi 3 titik di wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dan Serawak, Malaysia. Tiga lokasi wilayah perbatasan yang ditinjau Basuki antara lain di Aruk, Entikong, dan Nanga Badau.

Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Basuki untuk memantau kesiapan perbaikan dan peningkatan mutu infrastruktur di kawasan perbatasan yang saat ini menjadi salah satu fokus Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Yuk kita intip situasi dan kehidupan di perbatasan tersebut, seperti dirangkum detikFinance, Jumat (16/1/2015).

Menteri Basuki Malu

Menteri Basuki kemarin mengecek kondisi jalan di Entikong hingga memasuki wilayah perbatasan Malaysia.

Namun Basuki seperti melihat bumi dan langit, setelah menyaksikan kondisi jalan di Entikong yang rusak parah, dengan kondisi jalan di Serawak Malaysia justru sangat mulus.

"Malu kita kan," kata Basuki sambil geleng-geleng kepala di lokasi perbatasan, Entikong, Kamis (15/1/2015).

Basuki menyaksikan langsung dengan mata kepalanya sendiri kondisi jalan dan infrastruktur di wilayah Serawak, Malaysia. Jalan di Negeri Jiran tersebut beraspal halus membentang β€Žsejauh mata memandang. Kondisi kiri-kanan jalan pun terlihat begitu teratur. Selain itu, kondisi pemukiman warga di Serawang memang tidak mewah namun tertata dengan baik.

Namun berbeda dengan jalanan di sisi wilayah Indonesia, lubang-lubang menganga banyak terlihat dan membuat tidak nyaman bagi siapa pun yang melintasinya.

Menurut Basuki pengawasan dan pemeliharaan jalan di wilayah perbatasan seperti Entikong selama ini memang sangat memprihatinkan. Sehingga kondisinya jauh tertinggal dengan negara tetangga.

"Teknologi bangun jalan itu sama di mana-mana. Mungkin yang berbeda ada di pengawasannya waktu itu karena perbatasan dianggap daerah remote (terpencil). Ini makanya yang mau kita perbaiki saat ini," tegas Basuki.

Rusak Parah, Jalan Menuju Perbatasan RI-Malaysia 250 Km Ditempuh 7 Jam

Menempuh perjalanan darat ke wilayah Indonesia di perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia butuh perjuangan luar biasa. Kondisi jalan yang mayoritas rusak parah bahkan ada yang belum tersentuh pembangunan, membuat waktu tempuh berlipat-lipat dari seharusnya.

Jalan rusak bergelombang hingga berlumpur mewarnai hampir separuh perjalanan dari Pontianak-Entikong, Kabupetan Sanggau, Kalimantan Barat. Butuh waktu kurang lebih 7 jam untuk menempuh jarak 250 km dari Pontianak menuju Entikong. Entikong merupakan kecamatan terluar yang berbatasan langsung dengan Serawak.

Padahal, untuk mencapai jarak yang sama di Pulau Jawa seperti Jakarta-Cirebon, hanya memerlukan waktu tempuh kurang lebih 3 jam dengan kecepatan rata-rata 70 km/jam.

24 Tahun Tak Diurus

Kawasan Perbatasan Entikong, terakhir kali mendapat penanganan jalan pada 1991 atau 24 tahun lalu.

"Dari Tanjung-Balai Karangan-Entikong-Batas Serawak itu terakhir ada pekerjaan tahun 1991 sampai sekarang belum pernah ada pekerjaan lagi belum pernah ada peningkatan," ujar Tirta.

Akibatnya, kondisi jalan di wilayah tersebut jauh tertinggal dari kawasan Malaysia. Untuk mencapai Entikong, dari Pontianak ke Simpang Ampar atau sekitar 100 Km jalannya masih relatif baik, namun sisanya sekitar 150 Km dari Simpang Ampar ke Entikong kondisi jalanβ€Ž mengalami kerusakan cukup parah, butuh waktu 7 jam lewat darat.

Membandingkan kondisi jalan di Entikong dengan Serawak Malaysia bagai bumi dan langit. Jalan perbatasan di Malaysia sudah beraspal halus membentang sejauh mata memandang, β€Žsetelah pintu keluar dari area pemeriksaan perbatasan dari Indonesia ke Malaysia.

Warga Perbatasan Lebih Senang Belanja ke Malaysia

Akses jalan yang rusak dan sulit membuat warga Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan dengan wilayah Serawak, Malaysia lebih senang berbelanja kebutuhan sehari-hari ke negeri jiran tersebut.

Para pedagang di kawasan Tayan, Sanggau, Kalbar lebih memilih menjual makanan kemasan produk buatan Malaysia. Mereka membeli barang dagangannya dengan menyeberang ke negara tetangga, lalu menjualnya di dalam negeri.

Pantauan detikFinance di sebuah toko di kawasan perbatasan seperti produk cokelat, cokelat bubuk, sereal, biskuit, susu bubuk dan berbagai produk lainnya dijual bebas.

Sebagian besar merupakan jenis makanan sering dijumpai di Indonesia seperti Milo dan cokelat Cadbury, namun bila diperhatikan lebih seksama tampak alamat produksi yang tertera adalah tempat-tempat yang berada di Malaysia.

Peredaran produk-produk Malaysia ke Indonesia lewat jalur darat di perbatasan menjadiβ€Ž pemandangan lumrah yang biasa ditemui di perbatasan.β€Ž

Rasli seorang pedagang menceritakan, harga yang lebih murah menjadi alasan mengapa dirinya lebih senang mengambil barang dari Malaysia daripada Indonesia.

"Kalau dari Indonesia kita datangkan barang mahal di angkutan. Sudah begitu jalannya jelek barang sampai ke kita banyak yang sudah rusak. Jadi lebih baik kita datangkan dari Malaysia saja," ujar Rasli.

Warga Bergantung kepada Malaysia untuk Beras Hingga Gula

Keterbatasan infrastruktur jalan di perbatasan Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar) membuat ekonomi perbatasan di Indonesia bergantung dengan negara tetangga. Sampai saat ini kebutuhan dasar seperti beras hingga gula di perbatasan Indonesia dipasok oleh barang impor, bahkan ilegal dari Malaysia.

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Suhardi Alius mengakui soal maraknya penyelundupan barang di Entikong, Kalbar. "Di Entikong beras, gula impor semua masuk," kata Suhardi di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (15/01/2015).

Suhardi menjelaskan di Entikong gula lokal yaitu gula kristal putih (GKP) kalah tenar dengan gula rafinasi impor asal Malaysia. Bahkan petani di Entikong banyak yang beralih profesi menjadi distributor produk impor.

"Petani di sana tidak mau lagi jadi petani, mending jadi distributor. Gula kita di sana kalah dengan gula rafinasi," tambahnya.

Suhardi memperkirakan negara banyak dirugikan dari maraknya peredaran produk impor ilegal di Entikong. Jumlahnya mencapai Rp 2 triliun/tahun karena barang impor yang masuk tidak dikenakan pajak dan bea masuk karena, masuk secara ilegal.

"Barang yang masuk di sana tidak kena pajak. Di Entikong kerugian negara Rp 2 triliun per tahun," katanya.
Halaman 2 dari 6
(ang/ang)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads