Meski begitu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyarankan pelaku pasar dan masyarakat agar tidak panik. Pelemahan rupiah saat ini dinilai dalam batas wajar.
"Rupiah sangat terkendali, nggak usah panik berlebihan. Jangan dibandingkan kurs 1998 dan kurs hari ini," kata Bambang saat jumpa pers di komplek Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita alami surplus Rp 2,3 triliun setiap pelemahan kurs Rp 100/US$. Tapi jangan dibilang pemerintah cari untung," ujarnya.
Setiap kali rupiah melemah, lanjut Bambang, maka penerimaan negara dari migas atau pertambangan yang dalam bentuk dolar AS akan naik ketika dikonversikan ke rupiah. Meski ada kenaikan belanja seperti pembayaran utang luar negeri, tetapi secara keseluruhan masih surplus.
"Melemah Rp 100 dalam kurs kita justru ciptakan tambahan surplus anggaran. Ada selisih tambahan migas, tambang, bagi hasil migas, dan royalti tambang. Dikurangi bunga utang, itu masih surplus," jelasnya.
Di tempat yang sama, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan pelemahan rupiah yang terjadi beberapa waktu terakhir masih dalam batas wajar. Pelemahan rupiah hanya berpengaruh terhadap kontribusi inflasi, walaupun nilainya sangat kecil.
Meski demikian, BI akan melakukan langkah antisipasi jika rupiah terus melemah. "BI nggak segan-segan intervensi pasar agar ada penyesuaian nilai tukar," tegasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menjelaskan pihaknya sebagai regulator jasa keuangan dan pasar modal telah melakukan simulasi terkait pelemahan rupiah. Dari hasil simulasi, OJK menilai pelemahan rupiah belum berdampak negatif ke sektor keuangan dan pasar modal.
"Kami lakukan uji ketahanan jasa keuangan terhadap pelemahan nilai tukar. Hasilnya pertumbuhan ekonomi masih dalam batas toleransi, namun OJK siapkan langkah antisipasi agar tak mengganggu sistem keuangan," jelasnya.
(feb/hds)