Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kemendag Bachrul Chairi mengungkapkan, saat ini Indonesia sedang menyiapkan kelengkapan infrastruktur seperti dry port (pelabuhan darat) sebagai pendukung pembukaan kembali kedua Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) itu.
"Intinya untuk menghubungkan Tebedu itu diperlukan kelengkapan yang ada di Indonesia, posisi terakhir adalah perlengkapan dry port belum memenuhi suatu standar operasional mendukung kinerja Bea Cukai," tutur Bachrul saat menghadiri seminar internasional dengan tema On Post Bali Work Programme, di Hotel Borobuddur, Jakarta, Jumat (29/5/2015).
Bachrul mengatakan, nantinya dry port yang dibangun harus memiliki kualitas yang sama sesuai standar operasional (SOP), seperti adanya Karantina dan Bea Cukai. Cara ini dilakukan untuk menekan praktik penyelundupan barang yang masuk di kedua negara.
"Permintaan kita bangun dry port baru operasional di lintas sebagai pintu masuk ekspor impor. Dry port itu harus memiliki fasilitas Karantina, Bea Cukai, dan lain-lain," tuturnya.
Namun Bachrul belum menyebutkan barang apa saja yang bisa diperdagangkan di kedua wilayah. Pada umumnya, jenis barang yang diperdagangkan lebih mengarah ke komoditas pangan pokok.
"Kalau Indonesia dalam Border Trade Agreement (BTA) kita boleh dimasukan barang melalui PPLB dengan catatan keperluan masyarakat perbatasan, dengan syarat mereka penduduk dan punya pass," tuturnya.
Implementasi dibukanya kembali perdagangan di dua wilayah tersebut menunggu kesiapan dry port dan infrastruktur kedua wilayah. Setelah siap, maka operasional ekspor-impor Entikong Tebedu resmi kembali dijalankan.
"Kapannya tergantung kelengkapan dry port nya dibangun," sebut Bachrul.
(Wiji Nurhayat/Rista Rama Dhany)