"Kalau ubur-ubur banyak permintaan sama negara Asia Timur seperti Jepang, Korea, China, dan Taiwan," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung, saat ditemui di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Di banyak negara Asia Timur itu, ubur-ubur asal Indonesia diolah menjadi makanan tradisional. Selain sebagai makanan, sebagian ubur-ubur diolah menjadi obat kuat dan produk kosmetik.
"Ubur-ubur untuk obat kuat, kosmetik juga. Tetapi selama lebih banyak langsung dikonsumsi," tambahnya.
Kemudian untuk bekicot, hewan keong berlendir ini paling banyak diminta oleh masyarakat AS hingga Uni Eropa. Alasannya cukup sederhana, karena menurut Saut bekicot memiliki zat kapur yang baik untuk pertumbuhan dan kekuatan tulang manusia.
"Bekicot ini diekspor sampai ke Amerika dan Eropa. Diekspor dalam bentuk kalengan," katanya.
Hanya saja, permintaan pasar ekspor yang cukup besar tidak sebanding dengan produksi yang masih terbatas. Saut mengakui, produksi kedua komoditas itu masih sedikit, karena belum banyak dibudidaya.
"Kita masih mengandalkan pada produksi alam. Populasi sedikit termasuk yang mau kita rehabilitasi, bangun program untuk kepiting rajungan, lobster, termasuk bekicot karena permintaan tinggi, kapurnya tinggi, untuk tulang baik," sebut Saut.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), ekspor hasil perikanan Indonesia pada Mei 2015 mencapai US$ 65,04 juta. Angka tersebut menurun dari bulan sebelumnya sebesar 4,23%.
Dari jumlah itu nilai ekspor ubur-ubur mencapai US$ 1,7 juta atau menurun 56% dibandingkan April 2015. Secara akumulasi, ekspornya adalah sebesar US$ 14,7 juta. Sedangkan nilai ekspor bekicot pada Mei US$ 967 ribu, meningkat 3,18% dibandingkan April 2015. Akumulasi ekspor dari Januari adalah US$ 3,38 juta.
(wij/dnl)