Secara resmi pemerintah tak menyampaikan proposal kedua negara kepada publik, namun dihimpun dari berbagai sumber, Selasa (1/9/2015), detikFinance mencoba merangkum skema pembiayaan proyek ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengatakan, biaya pembangunan kereta cepat ini tak menggunakan uang APBN. Biaya proyek ini masing-masing yang ditawarkan China dan Jepang yaitu US$ 5,585 miliar atau sekitar Rp 78 triliun dan US$ 6,223 miliar atau sekitar Rp 87 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema pembiayaan dari China bernilai US$ 5,585 miliar, proyek didanai oleh konsorsium China dan Indonesia. Pembiayaannya mencakup modal internal (equity) dan pinjaman.
- Pembagian saham konsorsium China 60%
- Pembagian saham konsorsium Indonesia 40%
- Modal mencakup 25% dari total proyek atau senilai US$ 1,396 miliar yang dibagi 2 pihak, masing-masing konsorsium China menanggung modal 40% atau US$ 559 juta, dan konsorsium Indonesia 60% senilai US$ 838 juta.
- Pinjaman sebanyak 75% dari nilai proyek atau sebesar US$ 4,189 miliar bisa berasal dari pinjaman dalam bentuk yuan dengan bunga 3,46%/tahun, sedangkan pinjaman dalam bentuk dolar berbunga 2%/tahun.
Anggota konsorsium BUMN untuk kereta cepat Jakarta-Bandung antara lain Jasa Marga, PTPN VIII, INKA, dan LEN Industri. Sedangkan anggota konsorsium dari China antara lain China Railway International, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, The Tird Railway Survey and Design Institute Group Corporation (TSDI), China Academy of Railway Sciences, CSR Corporation, China Railway Signal and Commucation Corporation.
Jadi benarkah pembangunan kereta cepat tak menggunakan APBN seperti yang disampaikan Presiden Jokowi?
(hen/dnl)