"Saya belum dengar revisinya seperti apa. Tapi yang jelas aturan ini tidak adil sekali, barang yang dijual sama, meski nanti Pemda boleh tetapkan tempat tertentu. Tapi masak minimarket tetap dilarang, yang pengecer kecil-kecil tetap dibiarkan," jelas Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, dihubungi detikFinance, Senin (21/9/2015).
Pihaknya tak habis pikir dengan alasan Kemendag, yang hanya spesifik membatasi penjualan bir hanya di minimarket. Menurutnya, bila alasannya pengawasan, pembatasan yang hanya berlaku di gerai minimarket jelas tidak berdasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tutum melanjutkan, sejak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol, yang mengatur larangan penjualan bir di minimarket berlaku serentak sejak 16 April lalu, anggotanya tetap mematuhi aturan tersebut meski dirasa tidak adil.
"Anggota kita patuh, meski itu merugikan kami," imbuh Tutum.
Sebelumnya, dalam revisi yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi September tersebut, Kemendag menyatakan hanya mempertegas kewenangan Pemda untuk menentukan lokasi tertentu yang dilegalkan menjual minuman beralkohol.
"Kami memang berikan kebebasan Pemda menentukan lokasi tertentu, tapi lokasi itu tidak boleh melanggar Permendag Nomor 20 Tahun 2015 yang melarang minimarket jual minol. Jadi silakan Pemda tentukan tempatnya sesuai karakteristik dan buadaya setempat, asal itu bukan minimarket, serta tidak berdekatan dengan tempat ibadah dan pendidikan," ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Sri Agustina, pekan lalu.
(dnl/rrd)