"Saya anak yatim piatu sejak kecil, sedih sekali nggak punya orang tua. Sedih sekali, tapi kesedihan itu membalikkan jadi kekuatan buat saya," kata Rizal di Gandaria City, Jakarta, Minggu (13/12/2015).
Rizal mengaku, saat masih duduk di bangku sekolah dasar sangat menyukai pelajaran matematika. Menurutnya, matematika menantangnya untuk mencari solusi out of the box.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal berbagi tips, sukses lebih cepat diraih jika fokus pada kemampuan yang dikuasai sebab tidak bisa satu orang juara di semua bidang.
"Saya waktu SD jago matematika, bahasa dan sejarah. Sisanya nilai pelajaran saya jelek. Kita nggak bisa juara di semua bidang. Fokus ke bidang yang kita kuat dan kuasai," tambahnya.
Rizal Ramli mengatakan, orang yang punya mental juara tidak punya kemewahan untuk pesimis. "Kalau kawan-kawan mentalnya juara, you have no luxury to be pesimist. Setiap masalah ada solusinya kok," imbuhnya.
Kedua, lanjutnya, Indonesia sudah merdeka 70 tahun maka jangan minder dengan orang asing. Kemudian mental juara harus percaya diri dan humble atau rendah hati.
Rizal Ramli mencontohkan beberapa menteri yang Ia nilai punya mental juara dan patut jadi panutan.
"Saya beri contoh Menteri PU kerjanya luar biasa, nggak neko-neko. Lainnya yang hebat juga saudara Jonan. Waktu saya jadi menko, Jonan itu wakil presiden Citibank. Gaji bagus, posisi tinggi. Saya kasih pekerjaan yang lebih menantang untuk menunjukkan bahwa kamu hebat. Saya angkat kamu sebagai dirut PT Bahana atau Danareksa. Kamu orang berani dan ngerti masalah," tuturnya.
Menurutnya, tidak harus menjadi penguasa untuk dikatakan sebagai pemenang dan bisa mengubah Indonesia. Ia menceritakan pengalamannya saat mahasiswa bisa mencetuskan program wajib belajar 9 tahun dan diadopsi pemerintah.
"Kadang kita berfikir harus menjadi penguasa dulu baru bisa mengubah Indonesia. Nggak bener itu. Waktu kuliah saya satu semester ikut pertukaran pelajar ke Jepang. Jepang yang tanahnya sebagian besar berbatu, lahannya kecil kok bisa maju. Pulang dari sana saya keliling daerah miskin di Indonesia," kata Rizal Ramli.
Rizal mengatakan, akhirnya mendapat kesimpulan pendidikan jadi kunci penting.
"Jepang sudah memulai pendidikan tahun 1800-an. Sedangkan di Indonesia, ada 8 juta anak Indonesia nggak mampu masuk sekolah. Saya jadi pimpinan lembaga mahasiswa ITB suarakan program wajib belajar 9 tahun yang akhirnya jadi program pemerintah," ujarnya.
(ang/ang)











































