WTO Gelar Konferensi di Kenya, Apa Hasilnya Bagi Negara Berkembang?

WTO Gelar Konferensi di Kenya, Apa Hasilnya Bagi Negara Berkembang?

Michael Agustinus - detikFinance
Rabu, 23 Des 2015 13:51 WIB
Dirjen Kerja sama Perdagangan Internasional Kemendag, Bachrul Chairi
Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan bahwa Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di Nairobi, Kenya, pada 15-19 Desember 2015 lalu menghasilkan beberapa kesepakatan penting yang bermanfaat bagi Indonesia.

‎Dirjen Kerja sama Perdagangan Internasional Kemendag, Bachrul Chairi, memaparkan bahwa ada 3 hasil penting dari KTM WTO pekan lalu yang sejalan dengan kepentingan Indonesia dan negara berkembang lainnya.

Pertama, kesepakatan Ministerial Decision yang menetapkan bahwa negara maju harus menghapus segala bentuk subsidi ekspor untuk petani mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

‎Dalam dokumen kesepakatan, disebutkan bahwa penghapusan subsidi ekspor pertanian ini harus dilakukan 'as soon as posible' alias segera oleh negara-negara maju. Sementara, negara berkembang masih diberikan waktu hingga 2018 untuk komponen promosi dalam subsidi ekspor pertanian, dan 2023 untuk komponen transportasi.

Meski hanya disebutkan 'as soon as posible' tanpa jangka waktu yang spesifik, negara maju harus menghapus subsidi ekspor pertanian sebelum 2018 karena negara berkembang sudah mulai menghapus pada tahun tersebut.

"Mereka (negara maju) harus bikin arrangement, tapi harus segera dilakukan. Dalam kesepakatan Ministerial Decision dikatakan 'as soon as posible'. Mungkin bisa 2016. Bagi negara berkembang, boleh sampai 2018 dan 2023 untuk komponen promosi dan komponen transportasi," papar Bachrul dalam konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Kedua, ada kemajuan dalam kesepakatan Special Safeguard Menchanism (SSM) untuk negara-negara berkembang. Dengan SSM, negara berkembang boleh memproteksi produk-produk dalam negerinya apabila ada lonjakan impor yang menyebabkan industri di dalam negeri mengalami kerugian.

"Kita bisa lakukan SSM kalau ada kerugian akibat lonjakan impor. Kita boleh lakukan pengamanan. KPPI (Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia) bisa melakukan penyelidikan dan menghitung berapa bea masuknya (untuk produk impor)," Bachrul menjelaskan.

Keputusan tentang SSM ini masih akan dibahas lebih lanjut, khususnya mengenai mekanisme dan prosedur teknisnya. ‎‎Khusus untuk Indonesia, SSM ini akan difokuskan untuk melindungi 12 komoditas pertanian, perkebunan, dan hortikultura. Diantaranya adalah beras, sawit, kedelai, cabe. "Ini bisa juga untuk komoditas pertanian. Kita akan fokus di 12 komoditas pangan, perkebunan, hortikultura ini," ungkapnya.

Ketiga, ada kemajuan juga dalam keputusan mengenai Public Stock Holding (PSH) dalam pertemuan di Nairobi. ‎PSH amat penting untuk menjaga ketahanan pangan di negara berkembang, sebab PSH membuat negara berkembang dapat menyimpan stok pangan untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan di dalam negeri.

"Mengenai PSH, pertemuan di Nairobi menegaskan kembali keputusan di Bali mengenai perlunya ditetapkan permanent solution hingga 2017 dalam menerapkan kebijakan stockpile ‎(cadangan) pangan pokok mereka di atas batasan domestic subsidy cap," ucapnya.

Menurut Bachrul, hasil-hasil pertemuan WTO di Nairobi ini menguntungkan negara-negara berkembang yang mengandalkan sektor pertanian, termasuk Indonesia. ‎"Apakah ini menguntungkan atau tidak bagi negara berkembang, untuk negara berkembang yang mengandalkan pertanian ini sangat bermanfaat," tutupnya.

(hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads