Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Srie Agustina, menjelaskan bahwa harga daging sapi sebetulnya bisa lebih murah jika sapi dipotong di sentra-sentranya, kemudian dibawa dalam bentuk daging sapi ke daerah-daerah yang membutuhkan. Pengangkutannya lebih mudah dan biayanya lebih murah.
"Konsumen kita sangat senang dengan daging sapi yang baru dipotong dan segar, sehingga harus mengangkut sapi hidup misalnya dari Lampung ke RPH (Rumah Potong Hewan) di Sumatera Selatan. Padahal kalau dipotong langsung di Lampung dan dibawa dalam bentuk daging itu jauh lebih murah biayanya, lebih efisien," kata Srie kepada detikFinance di Cilegon, Senin (1/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Distribusi sapi hidup dari satu daerah ke daerah lain ini sulit dan memakan biaya tidak sedikit. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat harga daging sapi di Indonesia menjadi mahal.
Srie menuturkan, Kemendag pernah mencoba mengangkut daging sapi dari Jakarta ke Palembang dan ternyata biaya distribusinya jauh lebih murah.
"Pernah kita coba sapi dipotong di salah satu RPH di Jakarta, kemudian dibawa sampai Palembang bisa cuma Rp 90.000/kg," ujarnya.
Namun, cara ini dalam prakteknya sulit diterapkan karena faktor selera masyarakat. Tapi, jika masyarakat didorong mengonsumsi daging sapi seperti ini, harga daging sapi secara nasional bisa lebih murah.
"Konsumen kita maunya yang daging baru dipotong masih berdarah-darah. Konsumennya mesti dicerdaskan, ini harus kita kawal terus," tutupnya. (hns/hns)