Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menjelaskan, pada prinsipnya, perbedaan beban pajak keluarga akan timbul ketika penghitungan pajak antara suami dan istri sama-sama dihitung berdasarkan mekanisme umum.
Menjadi berbeda ketika suami atau istri maupun keduanya menghitung dengan mekanisme pajak final, maka beban pajak keluarga akan sama, baik istri menggunakan Nomor Pokok Wajib Paak (NPWP) bergabung ataupun terpisah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemajakannya adalah dengan tarif 1% dari peredaran usaha bruto setiap bulannya, dan pemajakannya bersifat final, atau tidak digabung dan diperhitungkan kembali," ujarnya kepada detikFinance, Selasa (2/2/2016)
Sedangkan pajak yang dikenakan kepada istri sebagai karyawan adalah dipotong pajak Pasal 21 oleh perusahaan.
Bila Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) digabung, maka di akhir tahun istri melaporkan pajak yang telah dibayarkan ke dalam pelaporan SPT suami, dan pelaporan tersebut dianggap bersifat final, tidak digabung dan diperhitungkan dengan penghasilan suami.
Sedangkan bila dengan NPWP terpisah, maka di akhir tahun suami dan istri masing masing melaporkan pembayaran pajaknya dalam pelaporan SPT tanpa penggabungan penghasilan.
"Dalam hal suami usaha dan istri karyawan, NPWP istri bergabung dengan suami maupun NPWP istri terpisah dengan suami, menanggung beban pajak yang sama. Hanya perbedaannya adalah, apabila NPWP bergabung maka pajak istri dilaporkan di dalam SPT Suami, sedangkan bila NPWP terpisah maka pelaporan di lakukan di masing-masing SPT," terangnya. (mkl/wdl)