Petani Minta Pemerintah Setop Rencana Impor Garam

Petani Minta Pemerintah Setop Rencana Impor Garam

Rois Jajeli - detikFinance
Jumat, 05 Feb 2016 10:52 WIB
Foto: ilustrasi petani garam (dikhy sasra-detik.com)
Surabaya - Petani garam mendesak Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015 untuk direvisi. Permendag tersebut dinilai bisa membuat resah para petani lokal karena mempermudah masuknya impor garam industri.

"Permendag 125 Tahun 2015 harus direvisi, dan lebih melindungi para petani garam daripada mempermudah impor garam industri," ujar Ketua Asosiasi Petani Garam Republik Indonesia (APGRI), Jakfar Sodikin, Kamis (4/2/2016) kemarin.

Katanya, dalam beberapa tahun terakhir ini, para petani berusaha meningkatkan kualitas produk garamnya, agar garam mereka dapat diterima oleh industri dalam negeri, terutama industri makanan, industri peternakan, industri perikanan (pengolahan ikan asin), industri kertas. Hal itu tak lepas dari regulasi Kemendag yang lama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan Permendag Nomor 88 Tahun 2015, kebutuhan garam industri dapat dipenuhi garam petani sehingga industri tidak perlu mengimpor garam.

Total produksi garam petani secara nasional sebanyak 1,8 juta ton per tahun dengan luas lahan 26.000 hektar. Daya serap industri per tahunnya mencapai sekitar 750.000 ton, dan sisanya terserap untuk garam konsumsi.

Namun, dengan adanya Permendag 125 Tahun 2015 yang akan diberlakukan per 1 April 2016, dinilai berpotensi menggerus pangsa pasar garam lokal. Pasalnya, industri yang sebelumnya mengambil garam dari petani, akan lebih memilih mengimpor garam.

"Mereka (perusahaan) yang sebelumnya menyerap garam petani, sudah bersiap-siap mengimpor garam industri, karena ada lampu kuning dari Permendag 125," terangnya.

"Kami tidak ingin, garam petani tergerus karena Permendag 125," jelasnya.

Jakfar menambahkan, ada sisi positif dari Permendag 125 yang mendorong petani garam untuk meningkatkan kualitas produk garam, agar dapat bersaing dengan produk garam impor.

Namun, upaya menjadikan garam petani memiliki daya saing yang kuat tidak didukung dengan infrastruktur di sekitar area tambak petani, seperti rusaknya irigasi primer dan tersier yang mengganggu proses budidaya garam. Akses jalan sempit dan rusak, menyebabkan biaya angkut lebih mahal. Kemudian, penerapan teknologi tepat guna yang kurang maksimal karena keterbatasan modal yang dimiliki petani.

"Banyak kendala yang dihadapi. Penyelesaiannya tidak bisa diselesaikan oleh petani garam, tapi butuh dukungan semua pihak," jelasnya.

Dalam waktu dekat, petani garam yang tergabung dalam APGRI akan melakukan aksinya di depan Grahadi. Mereka juga meminta dukungan ke Gubernur Jawa Timur, untuk ikut mendesak agar Permendag Nomor 125 Tahun 2015 direvisi. (roi/feb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads