Usulan tersebut muncul menyusul adanya penilaian bahwa insiden tabrakan sayap dua pesawat tersebut diakibatkan oleh kondisi Bandara Halim yang semakin padat oleh lalu lintas penerbangan komersial. Wacana ini muncul dari anggota parlemen di Senayan.
"Apakah penerbangan sipil layak atau tidak dilakukan di Halim?," tanya Ketua Komisi V DPR, Fahri Djemy Francis dalam rapat kerja dengan Menteri Perhubungan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai pangkalan udara militer, Bandara Halim sangat berisiko bila operasionalnya digabung dengan kegiatan penerbangan sipil khususnya penerbangan komersial berjadwal.
Menanggapi usulan tersebut, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan, pemindahan penerbangan sipil kembali ke Bandara Soekarno-Hatta sebenarnya bisa saja dilakukan.
Hanya saja, perlu penyesuaian agar perpindahan yang dilakukan tidak mengganggu aktifitas penerbangan yang sudah ada.
"Kajian mungkin 1 bulan saja selesai. Tapi untuk perpindahannya itu yang lama. Butuh waktu transisi paling tidak 1 tahun," pungkas Jonan.
Seperti diketahui, Bandara Halim awalnya hanya melayani penerbangan militer dan penerbangan komersial tidak berjadwal (carter) dan sekolah penerbangan. Bandara Halim melayani penerbangan komersial seperti maskapai Citilink mulai 10 Januari 2014. Kemudian maskapai nasional seperti Batik Air menyusul terbang dari Bandara Halim.
Pemanfaatan Bandara Halim melayani penerbangan domestik karena padatnya lalu lintas pesawat di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang. Pesawat harus berputar-putar di udara atau menunggu antri di taxiway sebelum take off karena padatnya Bandara Soetta saat jam sibuk (peak season). Sebagai solusi saat itu, Penerbangan dari Bandara Soetta ada yang digeser ke Bandara Halim.Β
(dna/feb)