Robby, dipanggilnya, pernah menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Ia menjabat Dirut hanya 6 bulan yakni dari bulan Juni-November 1998.
Saat menerima penugasan sebagai Dirut Garuda, Robby dihadapkan pada kondisi perusahaan yang serba sulit. Garuda waktu itu memiliki reputasi sangat buruk. Selain penerbangan sering terlambat, pesawat Garuda juga diisi oleh armada-armada tua. Saat itu, ia menerima penugasan dari Menteri BUMN saat itu, Tanri Abeng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, rute-rute Garuda banyak yang merugi. Perseroan juga memiliki utang hingga US$ 1,2 miliar dan arus kas minus US$ 158 juta. Sehingga ia harus bekerja keras untuk mengangkat Garuda dari keterpurukan.
Robby melakukan berbagai cara untuk mengubah wajah korporasi, salah satunya adalah menguatkan posisi manajer distrik. Para manajer distrik diminta menggenjot penjualan.
Selain itu, ia menutup rute-rute domestik dan internasional yang merugi dan meningkatkan ketepatan waktu penerbangan. Namun, langkah Robby tidak berhenti di situ, ia juga mengoptimalkan pesawat-pesawat Garuda untuk terbang kembali.
"Saya ubah image, tutup rute, dan ganti orang," jelasnya.
Robby dikenal saat memimpin Garuda dengan tangan dinginnya. Ia tidak segan untuk memberhentikan pegawai yang tidak produktif. Pria yang memiliki latar belakang bankir seperti Citibank dan Bank Niaga ini, dipilih pada era Menteri BUMN pertama yakni Tanri Abeng.
Bahkan Robby mengaku gajinya turun drastis saat menjadi Dirut Garuda. Gaji Robby sebagai seorang bankir di Bank Niaga mencapai US$ 1,8 juta per bulan sedangkan ia hanya menerima gaji Rp 16 juta per bulan saat menjadi Dirut Garuda. Saat itu kurs dolar berkisar di angka Rp 8.000.
"Gaji saya US$ 1,8 juta saat di Niaga. Waktu di Garuda hanya Rp 16 juta. Saya nggak pernah ambil gaji," jelasnya
Setelah 6 bulan bertugas di Garuda, Robby sudah memperoleh tugas baru. Meski hanya bertugas selama 6 bulan, capaian nyata sudah terlihat di Garuda.
"Utang US$ 1,2 miliar waktu masuk. Saya keluar tinggal US$ 900 juta," jelasnya.
Robby keluar Garuda karena diminta oleh Tanri untuk menjadi Direktur Utama Bank Mandiri. Robby memimpin program restrukturisasi Bank Mandiri saat krisis. Ia merekrut ahli-ahli perbankan untuk bergabung, salah satunya adalah Agus Martowardojo.
"Saya merekrut orang-orang terbaik. Salah satunya Agus Marto," katanya.
Robby di Mata Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng
Menteri BUMN pertama, Tanri Abeng mengaku pernah mencopot jajaran direksi Garuda tahun 1998, selanjutnya ia merekrut orang-orang baru dari kalangan profesional. Saat itu yang terpikir adalah Robby Djohan, seorang kolega berlatar belakang bankir yang sudah dikenalnya sejak lama.
Namun, hal ini tak berjalan terlalu mulus. Latar belakang Robby yang seorang bankir dipertanyakan untuk memimpin sebuah perusahaan penerbangan.
"Saya pilih bankir, supaya bisa komunikasi dengan sesama bankir yang mau membangkrutkan Garuda. Maka saya temukan Robby," tegas Tanri.
Selain alasan itu, Tanri bercerita bahwa secara pribadi, dirinya mengenal Robby sebagai sosok yang keras dan berpendirian. Yang terpenting baginya adalah Robby merupakan sosok yang bisa dipercaya sehingga, dirinya bisa fokus pada pekerjaan lainnya sembari maskapai Garuda disehatkan kembali.
"Robby itu seorang yang tough (tangguh), orangnya keras dan kita butuh orang keras. Selain itu dia bisa dipercaya. Karena kalau saya sudah percayakan seseorang pegang sesuatu, buat apa lagi kita awasi. 100% I trust. Tapi ada rekam jejaknya supaya saya bisa percaya," jelas Tanri.
Setelah penggantian pucuk pimpinan Garuda tersebut, langkah berikutnya adalah membentuk tim direksi untuk membantu tugas Robby berjalan lebih lancar. Direkrutlah Emirsyah Satar sebagai Direktur Keuangan.
Bersamaan dengan itu, dilakukan pula reformasi besar-besaran dengan mengurangi jumlah karyawan yang dianggap terlalu 'gembrot' kala itu. Saat itu jumlah karyawan Garuda mencapai 13.000 orang, padahal kebutuhan idealnya hanya 6.000 orang.
"Saya ganti direksinya semua. Di bawah direksi baru, seperti Emirsyah Satar dibawa dari Hong Kong. Kemudian, akhirnya di-pensiun-kan 6.000 orang karyawan dan itu duitnya banyak. Tapi, itu kembali cepat karena efisiensi dan lain sebagainya," sebut dia.
Perjalanan Robby bersama Garuda pun tak berjalan lama. Robby kembali dibutuhkan Tanri untuk mengisi posisi sebagai Direktur Utama dan memimpin merger Bank Mandiri.
Kelahiran Bank Mandiri dan Kepemimpinan Robby
Enam bulan berselang sejak pertama kali Tanri Abeng bersama Robby banting tulang menyehatkan Garuda. Sayap-sayap Garuda pun mulai pulih dan tampak mulai bisa kembali terbang dengan sehat.
Tugas berat berikutnya pun telah siap menghadang Tanri. Tugas itu adalah menyehatkan 4 Bank BUMN yang terdiri dari Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dengan melakukan skema penggabungan atau merger menjadi Bank Mandiri.
"Waktu dimerger Itu (4 bank) semua sudah bangkrut sebenarnya, karena Non Performing Loan (NPL/Kredit Macet)-nya sudah di atas 60%," sebut Tanri.
Pilihan mengambil langkah merger bukanlah hal yang datang begitu saja. Pasalnya, sebelum ide merger ini dicetuskan, Presiden Soeharto telah terlebih dahulu mewacanakan untuk mempertahankan salah satu bank sementara bank lainnya bergabung ke dalam 1 bank yang dipertahankan tersebut.
Ide Soeharto tak serta merta dijalankan Tanri. Ia lantas menyarankan alternatif lain bila ingin hasil penggabungan 4 bank ini dapat menjadi bank yang besar dan sehat.
Akhirnya diputuskan lah untuk membentuk bank baru. Singkat cerita, upaya merger ini berlanjut dengan penunjukkan sosok baru untuk mengisi jabatan sebagai Direktur Utama di Bank Catur ini. Saat itu ditunjuk seorang Pejabat di PT Taspen untuk memimpin bank hasil merger tersebut.
Namun langkah itu tak berjalan baik. Orang yang ditunjuk ternyata menyatakan diri tidak sanggup dan mengundurkan diri dari posisi dirut tersebut.
"Dia orangnya jujur banget, namanya Pak Mul. Dia datang ke saya. Dia bilang, Pak Menteri saya tidak sanggup," kenang Tanri.
Tanri pun kembali teringat pada koleganya yang saat itu masih menjabat sebagai Dirut Garuda. Adalah Robby Djohan yang kembali ditunjuk untuk menjalankan misi barunya.
"Waktu itu Garuda mulai stabil menjelang 6 bulan. Saya butuh Robby untuk memimpin merger Bank Mandiri. Pak Mul yang saya tunjuk mengundurkan diri, saya cari-cari lagi, kembali dapatnya Robby," ucap Tanri.
Dipilihnya Robby kembali tentu bukan tanpa alasan. Apalagi kalau bukan latar belakangnya yang seorang bankir.
Tanri berkisah, membujuk Robby untuk meninggalkan jabatannya sebagai Dirut Garuda ternyata bukan perkara mudah.
"Dia (Robbi Djohan) bilang dia masih betah di Garuda. Akhirnya saya bujuk beliau. Saya bilang, saya tunjuk kamu jadi Komisaris Utama Garuda. Jadilah dia sebagai Dirut Bank mandiri dan Komut Garuda," sebutnya.
Berhasil membujuk Robby, Tanri pun mulai berjibaku dengan tugas kedua ini.
"Kita pontang-panting lagi di situ. Karena IMF menuntut ini harus segera. IMF mengatakan kita dikasih 24 bulan untuk melakukan merger Bank ini," katanya.
Di luar dugaan, Robby mendatanginya dan berkata, "Eh, saya nggak mau tunggu 24 bulan. Saya kerjakan 8 bulan," ucap Tanri menirukan Robby.
Tanri pun kaget dan menanyakan apakah hal itu mungkin dilakukan.
"Dia jawab 'Bisa'. Dan benar dia kerjakan 8 bulan sudah merger. Makanya sebelum saya turun bulan September, bulan Agustus sudah saya teken surat merger Bank Mandiri ini," tuturnya.
Meski berjalan lancar, Ide Presiden Soeharto memberi nama bank hasil merger tersebut dengan nama Bank Catur tidak digunakan. Bank terbesar di Indonesia tersebut kini berkibar dengan bendera baru bernama Bank Mandiri. (feb/drk)