Sidang Hari Pertama, IDB Lahirkan Kerja Sama US$ 22,3 juta

Sidang Hari Pertama, IDB Lahirkan Kerja Sama US$ 22,3 juta

Maikel Jefriando - detikFinance
Minggu, 15 Mei 2016 19:35 WIB
Foto: Maikel Jefriando
Jakarta - Sidang Tahunan Islamic Development Bank (IDB) sudah dimulai pada hari ini di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. Ada beberapa rangkaian kegiatan yang diselenggarakan, mulai dari pertemuan khusus hingga seminar-seminar.

Dalam pertemuan khusus, seluruh perwakilan IDB dari 56 negara hadir untuk berdiskusi. Sejumlah kerja sama berhasil dicetuskan dari berbagai bidang.

"Dalam roundtable itu makanya gimana negara-negara anggota IDB melakukan kerja sama dalam konteks saling bantu," ungkap Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementerian Keuangan, Parjiono membacakan hasil pertemuan di JCC, Jakarta, Minggu (15/5/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerja sama tersebut bernilai sekitar US$ 22,3 juta. Di mana IDB menyumbang US$ 1,9 juta dan sisanya adalah hibah dari berbagai negara.

Negara yang terlibat adalah Nigeria dengan Turki untuk program Atomic Field, Burkina Faso dengan Maroko untuk manajemen kualitas air, Indonesia dengan Kyrgyzstan untuk pertanian, dan Brunei Darussalam dengan Malaysia untuk beras.

Kemudian Senegal dengan Indonesia untuk program penanganan banjir, Djibouti dengan Maroko untuk persoalan kehamilan dan kelahiran serta Suriname dengan Malaysia untuk program beras.

"Sebagai middle income country, Indonesia sudah mulai menaruh tangan kita sebagai pemberi donor. Banyak contoh proyek yang sudah digali tadi dan di-support IDB, misalnya sharing knowledge ke Kyrgiztan," paparnya.

Dari kerja sama ini diharapkan dapat memberikan efek berganda untuk berbagai sektor ekonomi-sosial dan negara lainnya sehingga tidak hanya terbatas pada kedua negara yang bekerja sama.

"Pemberian hibah ini harus multiplier effect ke private sector dan menciptakan global value chain terhadap negara Islam juga. Jadi konteks ekonominya lebih mengglobal, bukan cuma bilateral. Jadi gimana bisa menstimulasi proses ekonomi global yang lebih besar," terangnya.

Pada rangkaian acara hari ini juga berlangsung dua seminar. Pertama tema yang diangkat adalah krisis kemanusiaan. Panelis yang berasal dari berbagai lembaga dan negara mengangkat persoalan krisis dengan dimensi yang sangat luas sehingga melibatkan berbagai komponen.

Kedua adalah transportasi ramah lingkungan. Banyak negara, termasuk Indonesia mengalami permasalahan dalam konsep pembangunan transportasi yang ramah lingkungan.

"Intinya efisiensi sistem transportasi yang sustainable untuk long term dan dengan environment di sekitarnya. Jadi inclusive toward the system. Ini solusi untuk kemacetan di kota-kota besar di Indonesia. Lebih long term untuk puluhan tahun," pungkasnya. (mkl/feb)

Hide Ads