Kepala BPS Suryamin menyatakan, Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 1,84 pada September 2015 menjadi 1,94 pada Maret 2016. Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,51 menjadi 0,52 pada periode yang sama.
Sedangkan untuk wilayah perdesaan, Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,40 menjadi 2,74 dan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,67 menjadi 0,79.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menduga di perdesaan terjadi peningkatan kedalaman dan keparahan kemiskinan, sehingga secara rata-rata di desa meningkat," jelas Suryamin dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (18/7/2016).
Suryamin menuturkan, ada tiga faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Pertama adalah garis kemiskinan desa cukup tinggi, seiring dengan inflasi yang sulit dikendalikan.
"Garis kemiskinan desa lebih tinggi karena inflasi desa lebih tinggi dari perkotaan, sehingga di luar Jawa distribusinya perlu jarak yang jauh dan waktu lama sehingga menyebabkan adanya margin perdagangan," paparnya.
Kedua, orang yang tinggal di perdesaan lebih banyak mengkonsumsi produk yang berasal dari kota. Misalnya mi instan, susu, dan produk lainnya.
Ketiga, yaitu pembelian barang dilakukan secara eceran. Sehingga membuat harga menjadi lebih mahal dibandingkan pembelian dalam jumlah besar.
"Pembeliannya dilakukan eceran, seperti beli satu mi instan dengan satu dus kan harganya beda. Sehingga menyebabkan harganya lebiih mahal, sehingga inflasi di pedesaan lebih tinggi dari perkotaan," terang Suryamin. (mkl/drk)