Susi mencerikan ABK KM Putra Jaya 20 yang berasal dari kapal eks asing milik PT HC tersebut, dinahkodai kapten kapal berkebangsaan Taiwan bernama Mr Senga.
Kapal berangkat dari Benoa pada akhir tahun 2014 dan kapal tidak kembali ke Indonesia, tetapi berlayar menuju Phuket Thailand. Dalam perjalanan, kapal berganti nama menjadi Jin Lin Chien, dan mengibarkan bendera Taiwan sebagai bendera kapal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah di Phuket, kapal kembali melakukan operasi penangkapan ikan selama 6 bulan di Laut Andaman. Sebelum akhirnya ABK tersebut dibiarkan terlantar di Phuket. Ternyata saat itu bukan hanya kapal KM Putra Jaya 20 yang berlayar ke Phuket dan berganti nama dan kebangsaan di tengah laut, selain itu juga terdapat kapal lain yaitu antara lain KM Putra Jaya 37.
![]() |
Susi menyampaikan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi (anev), PT HC diduga kuat bukan pemilik 16 kapal eks asing sebagaimana tercatat dalam daftar anev, karena berdasarkan Akta Notaris No. 12 tanggal 17 September 2009 yang dibuat di hadapan Ilyas Zaini S.H., M.Kn, saham PT HC merupakan PMDN dengan pemegang saham adalah Tuan Christianto Gautama dan Ny Lukimia, dengan total saham sebesar Rp 125.000.000.
Modal dengan jumlah sebagaimana disebutkan tidak akan mampu membeli 16 kapal besi dari Taiwan.
"Semuanya akan dibawa ke pengadilan atas pelanggaran ini," tegas Susi.
Ini Ciri-ciri Kapal Eks Asing yang Masih Berani Melaut di RI
Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan beberapa cici-ciri kapal eks asing yang masih berani beroperasi di perairan Indonesia. Ini sesuai dengan hasil investigasi yang dijalankan oleh Susi beserta Tim Satgas 115 dalam beberapa bulan terakhir.
Hasil penyelidikan menemukan sejumlah fakta bahwa kapal fiber eks asing menggunakan dokumen kapal Indonesia untuk menangkap ikan. Susi mencontohkan pada hari Selasa, (26/7/2016), terdapat sebuah kapal fiber yang identik dengan bentuk kapal ikan eks asing berbendera Taiwan bernama Fransiska, keluar dari Pelabuhan Benoa.
"PSDKP Benoa melaporkan kapal ini telah beroperasi sebanyak 3 kali pelayaran sepanjang tahun 2016. Berdasarkan pemeriksaan identitas perizinan, diketahui bahwa kapal Fransiska, merupakan kapal kayu, yang memiliki bentuk yang berbeda dengan kapal fiber yang beroperasi di Benoa," tambahnya.
![]() |
Kapal tersebut kemudian disesuaikan dengan database perizinan. Berdasarkan data pada perizinan Kementerian Kelautan dan Perikanan, diperoleh informasi izin penangkapan ikan sampai tanggal 22 Juni 2017.
Akan tetapi, kapal Fransiska yang memiliki izin di KKP, merupakan kapal ikan milik PT BSM yang berbasis di Benoa, memiliki berat hanya 73 GT, berbeda dengan kapal Fransiska yang berlayar dari Benoa yang diperkirakan memiliki berat lebih dari 100 GT. Bahan kapal juga berbeda, jika berdasarkan pantauan, kapal menggunaan bahan fiber, pada izin, kapal menggunakan kayu.
"Ini adalah pemalsuan dan manipulasi dokumen," tegas Susi
Selain kapal Fransiska, juga ditemukan kapal lain yang melakukan modus yang sama, yaitu kapal Naga Mas. Berdasarkan data perizinan, kapal Naga Mas merupakan kapal kayu yang berpangkalan di Muara Baru dan berukuran 107 GT.
Berdasarkan penelusuran tim, berbeda dengan kapal yang terpantau di Benoa yang menggunakan bahan fiber dengan ukuran lebih besar.
Tim Satgas mencoba klarifikasi ke Pengawas PSDKP yang mengeluarkan Surat Laik Operasi (SLO), pengawas awalnya mengatakan bahwa kapal tersebut merupakan kapal kayu.
"Saat tim menunjukkan foto pemantauan langsung, pengawas mengakui bahwa mereka kecolongan memberikan SLO pada kapal tersebut. Karena pengawas tidak melakukan pengecekan kapal sebelum berangkat," pungkasnya. (mkl/feb)













































