Pasar yang dulunya disebut-sebut sebagai pusat penjualan batu akik terbesar di Asia Tenggara ini, saat ini kondisinya cukup lengang. Padahal, saat masih booming, Rawa Bening selalu disesaki para pemburu batu akik. Pedagang batu akik bahkan meluber di trotoar sepanjang jalan di dekat Stasiun Jatinegara.
Udin, salah seorang pedagang batu akik di JGC mengungkapkan, demam batu akik tahun lalu ibarat durian runtuh, saking besarnya permintaan batu mulia di Rawa Bening, banyak pedagang langsung membeli mobil dan motor baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanya saja sama orang dealer, tahun lalu banyak tuh mobil-mobil sama motor baru yang ambil kebanyakan dari pedagang Rawa Bening. Saya saja tahun lalu beli rumah di Bekasi, cash," kata dia.
Menurut pedagang yang sudah berjualan batu akik selama lebih dari 20 tahun ini, tahun ini terjadi perubahan tren yang kembali lagi ke tahun-tahun sebelumnya, dari batu akik ke jenis batu mulia lainnya.
"Saya kan sejak bujangan jualan di Rawa Bening, jadi meski sepi tetap jualan. Orang tren pasti ganti, meski yang batu akik turun, orang masih cari batu lainnya kaya batu safir dan zamrud. Masih bisa tertutuplah," tutur Udin.
"Orang yang tahun lalu pada beli kredit, sekarang mobilnya pada ditarik dealer lagi. Lah orang nggak laku jual, sepi sekali yang beli. Pusing tak ada uang, cukup buat makan saja," imbuhnya lagi.
Pedagang batu akik lainnya, Sahabi, bahkan mengaku bisa mengantongi omzet lebih dari Rp 50 juta saat masih booming batu akik. Saat ini, meski sudah memangkas harga batu akiknya, tetap saja hal itu tak berpengaruh pada penjualan.
"2015 ramai sekali, tahun 2016 sampai ke sini sudah habis (pembeli), bisa dikatakan 95% turun omzet. Dulu pagi-pagi saja baru buka sudah bisa dapat Rp 50 juta, sekarang buat penglaris (pembeli pertama) saja belum dapat-dapat ini sampai sekarang mau siang. Orang nggak ada yang beli dari tadi," tutur Sahabi yang sudah menjual batu akik di Rawa Bening sejak 1988 ini. (drk/drk)