Di antaranya adalah perwakilan dari KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia wilayah Batam. Menurut perwakilan KADIN Batam, pelayanan dari Badan Pengelola Batam (BP Batam) dalam beberapa tahun terakhir tidak berjalan.
"Bagaimana pelayanan publik BP Batam yang saat ini tidak berjalan. Itu harus diselesaikan," ujar perwakilan KADIN dalam rapat tersebut di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebaiknya Batam dilahirkan sebagai pemerintahan khusus, tapi bentuknya UU," imbuhnya.
Perwakilan dari Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) wilayah Batam juga menyampaikan keluhan. Selama ini pengembang rumah sederhana, kecenderungan mendapatkan lahan dari pihak ketiga.
"Jadi biasanya kalau ajukan ke BP Batam jarang disetujui. Sehingga kita terpaksa lewat pihak ketiga, maka kita keluarkan nilai sangat tinggi malah. Kemudian ada biaya lain-lain dan merugikan pihak pengembang," terang APERSI.
Kemudian dari perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang menyampaikan, peralihan tanah seharusnya tidak memakan birokrasi yang panjang. Beberapa persyaratan yang tertera sulit untuk dipenuhi pengusaha.
"Kalau bisa seperti hak atas tanah negara itu tidak harus ada peralihan. Ini yang sangat rumit. Hampir mustahil untuk bisa dipenuhi oleh masyarakat awam," tandasnya. (mkl/dna)