Mengenai hal tersebut, Gubernur Bali Made Mangku Pastika memaparkan permasalah terkait overloaded atau kelebihan muatan truk yang masuk ke pulau dewata ini rata-rata mencapai 10 ton per truk.
"Truk kapasitas 5 ton tapi muatannya 15 ton. Itu yang sekarang terjadi di Bali. Sudah begitu mereka jalan lambat sekali. Bikin Bali macet. Itu yang dikeluhkan para turis," tutur dia saat berbincang dengan Budi Karya di Sanur, Bali, Minggu (23/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya begini ya pak. Saya pernah marah-marah, larang itu truk yang masuk ke Bali yang kelebihan beban saya suruh pulang nggak boleh masuk Bali. Mereka malah demo. Ratusan truk demo, bikin macet. Malah menimbulkan masalah baru. Mereka (sopir truk) bilang, di Jawa kami boleh lewat, kok di Bali kami nggak boleh lewat," paparnya.
Para sopir truk, sambung dia, terbiasa dimanjakan oleh oknum dinas perhubungan di Pulau Jawa yang memanjakan mereka dengan memberikan izin lewat cukup dengan membayar Rp 50.000 per truk.
"Jadi para sopir itu berpikirnya, dari pada angkut sedikit rugi, lebih baik angkut banyak, tapi bawa duit dilebihkan supaya tetap bisa lewat. Ini yang akhirnya jadi budaya pungli," jelas dia.
Untuk itu, ia menyarankan, agar pungli di jembatan timbang bisa dihapuskan, maka penerapannya harus serentak di semua wilayah. Tidak bisa hanya parsial di satu-satu wilayah.
"Kalau nggak serentak, yang terjadi akan terus seperti ini. Di satu lokasi keras, di lokasi lain lembek, nanti yang keras akan didemo. Kalau semuanya keras, semuanya konsisten, baru bisa," pungkas dia. (dna/drk)











































