"Pasar ada di Indonesia kelompok high end yang tetap mencari barang-barang impor dan mereka bisa saja belanjakan tidak di sini namun di Singapura atau tempat lain. Mereka keluhkan masalah kepabeanan," kata Sri, di Pasific Place, SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (2/11/2016).
Menurut Sri Mulyani, yang dimaksud para pemilik gerai itu adalah pajak impor barang mewah dan PPn. Ia mengatakan akan bersama Ditjen Bea dan Cukai untuk membahas keluhan para pengusaha itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu CEO Pacific Place, Tan Kian, yang ikut mendampingi Sri Mulyani mengatakan keluhan para pengusaha brand mewah itu antara lain income tax yang naik dari sebelumnya 2,5% menjadi 7,5%.
"Yang mereka keluhkan itu pajak di bayar di muka, income tax itu dulu 2,5% sekarang jadi 7,5%. Ini tarif PPh 21 naik itu namanya income tax (pajak penghasilan) dibayar dimuka tadinya 2,5 % jadi 7,5%, itu mudah-mudahan bisa diturunkan lagi ke 2,5%," imbuh Tan.
Menurut Tank Kian, produk mewah yang dijual pengusaha Indonesia kalah bersaing dengan Singapura karena masalah pajak tersebut. Padahal, harga sewa gerai di Singapura 5 kali lebih mahal dibandingkan Indonesia.
"Singapura sewanya lebih mahal 5 kali dari kita, kenapa dia bisa lebih murah, karena dia nggak ada pajak apapun, impor duty nggak ada. Cuma GST (goods and service tax/ pajak layanan dan barang yang dikenakan) saja dia ada 7%, sama kita PPn, tapi kalau kita asing bisa refund di airport, di sini mana bisa refund," imbuhnya.
Selain soal kepabeanan, pengusaha juga mengeluh soal penyelundupan dan pengurusan izin PMA susah.
"Mereka bilang kalau izin penanaman modal asing bisa 6 sampai 8 bulan. Tadi bicara sama Ibu Sri begitu," tutur Tan Kian. (hns/hns)











































