Dengan beban utang yang begitu tinggi, menjadi sulit bagi pemerintah meyakinkan investor mau masuk ke Indonesia. Sebab, saat itu APBN mengalami proses yang lepas kendali.
"Masalah mula-mula tahun 2001, di pasar keuangan adalah satu pertanyaan, Indonesia dengan beban utang yang tiba-tiba nongol sekitar Rp 600 triliun, sustainability APBN-nya bagaimana?," kata dia dalam Seminar Nasional di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia sendiri saat krisis 98 mengalami dampak paling parah dibanding negara-negara lain di kawasan Asia. Sebabnya bermacam, salah satunya adalah langkah yang tidak pas, di mana terjadi komplikasi poltik dan ekonomi saat itu.
"Ini menyebabkan kita mengalami suatu dampak yang luar biasa. Di 97/98 tiba-tiba PDB kita hilang 1/7-nya. Diikuti PHK dan gerakan politik yang menimbulkan perubahan sistem politik kita," ungkapnya.
Ditambah lagi, waktu itu, kata dia Indonesia mendapat nasib kurang baik, di mana terjadi iklim el nino yang parah, dan membuat semua produksi pangan Indonesia anjlok. Harga beras bahkan menjadi naik hampir tiga kali lipat dalam satu tahun.
"Paling gampang memang pengeluarannya dipotong. Tapi pertumbuhan ekonomi dulu masih belum bagus juga. Dengan pertumbuhan ekonomi seperti itu, kita coba menggenjot penerimaan pajak yang tidak terlalu bagus, tapi kita lakukan waktu itu," tandasnya. (ang/ang)