Indonesia kata dia harus berkaca akan pengalaman di mana pengelolaan APBN lepas kendali di tahun 1950 hingga medio 1960.
"Tahun 50-60an pertengahan, peran APBN adalah part of the problem bukan solution. Saat itu APBN mengalami proses yang lepas kendali. Jadi ini menjadi pengalaman yang luar biasa bagi pengelola setelah itu," katanya dalam Seminar Nasional di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya hanya pesan saja hati-hati. Nanti kita masuk ke APBN jadi sasaran tarik menarik politik yang besar. Jadi APBN jangan jadi bagian dari persoalan, tapi solusi," ucapnya.
Salah satu sumber penutup kekurangan anggaran pemerintah saat dirinya menjabat di tahun 2001-2004 adalah dengan menjual aset negara. Penutupan defisit negara menjadi hal yang mutlak harus dilakukan guna mengembalikan kepercayaan investor kepada Indonesia.
"Waktu itu memang salah satu sumber penutup kekurangan anggaran adalah menjual aset. Jadi kita optimalkan manfaat dari aset-aset yang dikumpulkan oleh BPPN," tuturnya.
Namun kebijakan Pemerintah untuk menjual aset-aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa dijadikan ajang untuk pemutihan korupsi oleh para konglomerat yang terlibat korupsi. Jika aset-aset tersebut sudah berpindah ke tangan asing, maka pemerintah tidak lagi mempunyai kewenangan utuh untuk mengurusi aset tersebut. Untuk itu, diciptakanlah rambu-rambu yang mengatur keuangan negara, dalam UU Keuangan Negara.
"Sekarang kita punya rambu juga, yaitu Undang-Undang keuangan negara. Tidak boleh konsolidasi anggaran negara. Kita coba juga untuk melihat apakah utang kita waktu itu, kita tunjukkan ke pelaku pasar bisa kita handle dengan baik. Akhirnya kita putuskan untuk lakukan sesuatu. Ini bisa kita lakukan, kita tunjukkan ke pelaku pasar, kita bisa atasi ini," jelas dia.
Akhirnya di tahun 2004, tidak ada lagi keraguan akan APBN Indonesia. Saat itu juga pemerintah menghentikan kerjasama dengan IMF sebagai penyedia utang negara.
"Jadi Menteri Keuangan benar-benar harus tahan banting. Ibu menteri saya harap tetap tegar. Di mana-mana APBN jadi masalah di negara lain juga, karena ini uang apa dan siapa yang akan mendapat manfaat tercepat. Oleh karena itu, rambu ini penting. Pengeluaran tidak boleh lebih dari pinjaman dari dalam maupun luar," pungkasnya. (ang/ang)