"Ya aturan pajak biasa. Kita menghitung saja berdasarkan apa yang ada," kata dia saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/12/2016).
Sri Mulyani menyatakan, harus adanya kesetaraan hak dan kewajiban secara hukum di antara perusahaan OTT, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, meski perusahaan-perusahaan OTT tersebut tidak memiliki kantor di Indonesia lantaran beroperasi secara virtual, tetapi lain hal jika berbicara menciptakan keadilan untuk seluruh pelaku usaha yang mendapatkan keuntungan atau yang biasa dikenal dengan level of playing field.
"Kalau organisasi atau pelaku usaha luar yang datang ke Indonesia, karena semuanya virtual, they don't even have to have an office di sini. Which is nggak juga sih, Google punya office di sini. Tapi yang disebut BUT (Badan Usaha Tetap) dalam definisi pajak kita, ini menjadi sesuatu yang harus kita adopt dan adapt secara berbeda," ungkap Sri.
"Buat kita adalah, saya ingin suatu fair treatment, where the value added has been created, di situlah harusnya pajak terjadi," tambahnya.
Hal ini dipertegas oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, yang mengungkapkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak dengan perwakilan Google masih terus menegosiasikan kesepakatan pembayaran pajak.
"Kita tuh nggak usah mikir, dunia kita itu dunia digital, kita nggak usah mikir fisik, kita mikirnya virtual. Yang penting benefitnya untuk Indonesia. Apakah dari segi pajak, apakah benefit langsung kepada masyarakat. Google sekarang sedang bicara dengan pajak. Bagaimana besaran bayar, bagaimana bayarnya, dan sebagainya. Itu sedang ditangani oleh teman-teman pajak," tukasnya. (ang/ang)